tribundepok.com – Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Depok yang hanya tinggal menghitung hari, isu ketidaknetralan penyelenggara pemilu kembali mencuat. Kali ini, Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kelurahan Sukatani menjadi sorotan tajam. Aliansi Masyarakat Pemantau Pemilu Jujur (AMP2J) menduga adanya pelanggaran prinsip netralitas oleh salah satu anggota PPS.
Ketua AMP2J, Syam Engkoy, dalam konferensi pers pSenin (16/11), menyampaikan temuan dugaan tersebut. Ia menyoroti keterlibatan seorang anggota PPS berinisial HF, yang diduga tidak netral karena hubungan keluarganya.
“Kami menemukan bukti bahwa anggota PPS Sukatani berinisial HF memiliki istri berinisial M, yang sering terlihat aktif mengikuti kegiatan kampanye salah satu pasangan calon (paslon) nomor urut satu,” ungkap Engkoy.
Tidak hanya itu, Engkoy juga menambahkan bahwa istrinya kerap membagikan alat peraga kampanye (APK), seperti kalender dan materi promosi lainnya. “Ini sangat tidak etis, terlebih lagi, kami mendapati dugaan bahwa di rumah ketua PPS tersebut terdapat stok APK dari salah paslon nomor satu yang mungkin akan dibagikan kepada warga,” lanjutnya.
Bukti dan Tuntutan Tegas
AMP2J mengklaim telah melakukan investigasi mendalam terkait dugaan pelanggaran ini. Hasilnya, ditemukan indikasi kuat bahwa netralitas penyelenggara pemilu di tingkat kelurahan Sukatani telah terkompromi.
“Seorang istri yang secara terang-terangan berkampanye untuk salah satu paslon jelas melanggar prinsip dasar netralitas yang harus dijaga oleh penyelenggara pemilu,” tegas Engkoy.
Untuk menjaga integritas proses demokrasi, AMP2J menyatakan akan mengambil langkah tegas. Rencananya, mereka akan menggelar aksi demonstrasi pada Rabu (18/11/2024) mendatang di dua lokasi strategis, yakni kantor PPK Kecamatan Tapos dan kantor KPUD Depok.
“Kami mendesak agar PPS yang terbukti tidak netral segera dipecat. Netralitas penyelenggara adalah kunci untuk memastikan Pilkada berlangsung jujur dan adil,” kata Engkoy
Sorotan pada Integritas Penyelenggara
Kasus ini menambah daftar panjang isu terkait netralitas penyelenggara pemilu di berbagai daerah. Jika tidak ditindak dengan serius, hal ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Pilkada, yang seharusnya menjadi pesta demokrasi rakyat, bisa kehilangan legitimasi bila integritas penyelenggara diragukan.
Menanggapi tuduhan ini, KPUD Depok hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi. Namun, banyak pihak berharap ada langkah konkret untuk mengusut tuntas masalah ini dan memastikan tidak ada keberpihakan dari pihak penyelenggara pemilu di semua tingkatan.
Apakah suara rakyat akan benar-benar menjadi penentu dalam Pilkada Depok tahun ini? Waktu yang akan menjawab, tetapi untuk sementara, tuntutan AMP2J menjadi pengingat penting bahwa netralitas adalah fondasi dari demokrasi yang sehat.( Dian )