tribundepok.com – Ketua DPR RI Puan Maharani angkat bicara mengenai petisi yang menyerukan pencopotan Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah, dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/12/2024), Puan menyebut bahwa kontroversi ini perlu dilihat dengan kepala dingin. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Gus Miftah dinilai bertolak belakang dengan visi dan misi yang diusung oleh Presiden Joko Widodo, khususnya dalam mempromosikan kerukunan beragama di Indonesia.
“Sebagai pejabat publik, setiap langkah dan ucapan harus mencerminkan visi besar pemerintah, yaitu membangun Indonesia dengan semangat persatuan dan kebersamaan. Jika ada pernyataan atau tindakan yang bertolak belakang, tentu ini perlu menjadi evaluasi,” ujar Puan.
Kontroversi yang Memicu Petisi
Petisi pencopotan Gus Miftah dari jabatannya sebagai utusan khusus muncul sebagai reaksi atas sejumlah pernyataan yang dinilai sensitif dan berpotensi merusak kerukunan antarumat beragama. Meskipun isi detail petisi tersebut belum diungkap secara resmi, isu ini telah memicu diskusi hangat di media sosial maupun di kalangan masyarakat.
Sebagai tokoh yang dikenal dengan pendekatan dakwahnya yang unik dan terbuka, Gus Miftah kerap mendapat pujian sekaligus kritik. Namun, beberapa pihak menilai bahwa perannya sebagai Utusan Khusus Presiden mengharuskan dia lebih bijak dalam menyampaikan pandangan, terutama menyangkut isu sensitif yang dapat memengaruhi kerukunan umat beragama.
Puan: Mari Bangun Indonesia dengan Saling Menghormati
Dalam pernyataannya, Puan menekankan pentingnya semangat saling menghormati dan menjaga kerukunan di tengah keberagaman Indonesia.
“Indonesia adalah negara yang majemuk. Keberagaman ini harus kita rawat dengan baik. Setiap pejabat publik, termasuk tokoh agama, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga persatuan, bukan memicu polemik yang dapat memecah belah masyarakat,” tegasnya.
Puan juga mengajak semua pihak untuk tidak terjebak pada konflik berkepanjangan. “Kita punya banyak tantangan ke depan. Daripada terpecah, lebih baik energi kita gunakan untuk mempererat persaudaraan. Mari bersama-sama membangun Indonesia dengan saling menghormati,” tambahnya.
Evaluasi Peran Utusan Khusus
Isu ini juga memunculkan pertanyaan terkait mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap pejabat yang ditunjuk sebagai utusan khusus presiden. Banyak pihak meminta agar kinerja Gus Miftah dievaluasi secara transparan untuk memastikan bahwa tugasnya sesuai dengan mandat yang diberikan.
Sebagai Utusan Khusus Presiden, Gus Miftah memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan nilai-nilai kerukunan beragama serta memperkuat pembinaan sarana keagamaan. Dalam menjalankan tugas tersebut, sikap dan ucapan yang konsisten dengan semangat toleransi menjadi hal yang sangat penting.
“Evaluasi bukan berarti hukuman, tetapi justru langkah untuk memperbaiki dan memperkuat peran seseorang dalam mendukung visi besar pemerintah,” ujar seorang pengamat politik yang enggan disebutkan namanya.
Harapan untuk Gus Miftah dan Masyarakat
Dalam situasi ini, Puan Maharani berharap Gus Miftah dapat mengambil hikmah dari polemik yang terjadi. “Gus Miftah adalah tokoh yang dikenal luas di masyarakat. Semoga beliau dapat memperbaiki komunikasi publiknya sehingga perannya sebagai utusan khusus dapat benar-benar mendukung visi besar Presiden,” katanya.
Kepada masyarakat, Puan juga mengimbau untuk tidak mudah terprovokasi. Ia meminta agar diskusi mengenai isu ini dilakukan secara sehat dan konstruktif.
“Jangan jadikan perbedaan pendapat sebagai alasan untuk saling menyerang. Kita harus tetap bersatu dalam keberagaman. Ini adalah kekuatan utama bangsa kita,” tutup Puan.
Langkah Selanjutnya
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Gus Miftah terkait petisi tersebut. Sementara itu, Istana Kepresidenan juga belum memberikan komentar terkait polemik ini.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia membutuhkan kontribusi semua pihak untuk menjaga harmoni dan persatuan. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting tentang pentingnya komunikasi yang bijak, terutama bagi mereka yang memegang peran publik.( Red )