tribundepok com – Pilkada yang seharusnya menjadi ajang demokrasi yang sehat dan penuh semangat justru berubah menjadi panggung ketegangan di Kota Depok. Insiden terbaru melibatkan Walikota Depok, Mohammad Idris, yang diduga mengancam seorang janda karena pemasangan baliho Pilkada di kediamannya. Kejadian ini mencoreng citra seorang pemimpin yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat.
Kisah ini bermula dari pemasangan baliho oleh relawan pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Supian Suri dan Chandra, di salah satu rumah kerabat Ketua Relawan Jaringan Keluarga Besar Supian Suri (Jakbass), Idham, yang terletak di Jatimulya, Cilodong, Depok. Menurut Idham, pemasangan baliho dilakukan sebagai bagian dari dukungan mereka terhadap paslon tersebut.
“Kami sebagai keluarga besar Supian Suri sepakat untuk mendukung paslon nomor urut 2 dalam Pilkada ini. Kami memasang baliho di rumah masing-masing sebagai bentuk dukungan,” ujar Idham kepada Wartawan Sabtu (19/10/2024).
Namun, masalah muncul ketika baliho yang dipasang di tiang telepon di Jalan Raya Aridho, tepat di depan rumah Walikota Idris, dicopot oleh oknum yang diduga merupakan anggota Satpol PP yang bertugas di sekitar kediaman Walikota.
“Awalnya baliho kami pasang di tiang telepon, tapi malam harinya sudah dicopot. Kami menduga itu ulah oknum Satpol PP,” tambah Idham.
Tak ingin menyerah, Idham dan keluarganya memutuskan untuk memasang kembali baliho tersebut di pagar rumah seorang kerabat yang kebetulan tinggal bersebelahan dengan rumah Walikota Depok, Mohammad Idris. Namun, masalah justru semakin memanas ketika Satpol PP kembali datang dan menegur pemilik rumah agar mencopot baliho paslon nomor 2.
Pemilik rumah, yang merupakan seorang janda, merasa keberatan dengan teguran tersebut. Menurutnya, jika baliho paslon nomor 2 harus dicopot, maka baliho paslon nomor urut 1 yang terpasang di tembok sebelahnya juga seharusnya diturunkan.
Situasi semakin memanas ketika Walikota Mohammad Idris sendiri turun tangan. Menurut keterangan Idham, Walikota datang dengan nada marah dan mengancam akan memagari rumah kerabat mereka jika baliho tidak segera dicopot.
“Pak Wali datang dengan tangan di pinggang, lalu berkata, ‘Ini jalanan saya, saya akan pagar nanti tembok ini sampai atas kalau baliho tidak dicopot sampai jam 5 sore’,” papar Idham.
Mendengar ancaman tersebut, pemilik rumah yang sabar akhirnya mempersilakan Walikota untuk mencopot sendiri baliho tersebut. Namun, ketika ancaman tersebut tetap berlanjut, keluarga besar Supian Suri akhirnya memutuskan untuk mengalah dan mencopot baliho tersebut.
Insiden ini mendapat perhatian dari warga sekitar, yang merasa kecewa dengan sikap Walikota Mohammad Idris. Beberapa tetangga yang diwawancarai oleh TribunDepok.com menyayangkan perilaku Walikota yang dinilai arogan dan tidak pantas, terlebih karena dirinya memiliki julukan sebagai seorang kyai. Menurut mereka, seorang pemimpin seharusnya menunjukkan sikap bijaksana, bukan mengintimidasi warganya sendiri, apalagi seorang janda.
“Sangat disayangkan seorang walikota yang seharusnya mengayomi malah bertindak arogan. Padahal dia dikenal sebagai seorang kyai,” ungkap salah seorang tetangga yang enggan disebutkan namanya.
Ketegangan ini menambah kompleksitas dinamika politik lokal di Depok menjelang Pilkada. Masyarakat berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan para pemimpin dapat memberikan contoh yang baik dalam menjaga ketertiban dan kedamaian di tengah suasana politik yang kian memanas.
Pilkada bukanlah arena pertarungan pribadi, melainkan ajang demokrasi yang harus dijaga dengan kedewasaan sikap dan saling menghormati. Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk bersikap lebih bijaksana.( Joko Warihnyo )
