tribundepok.com – Komite Pimpinan Kota Serikat Tani Nasional (KPK STN)kota Depok menuntut agar pemerintah segera membubarkan BPJS,krn manajemen BPJS dinilai tidak becus dalam pengelolaan.
“Kok ini malah BPJS mau menaikkan iuran,walah walah,ini rakyat lagi susah jangan dibebani lagi,” ujar Humas STN Depok Nooh Afandi.
Daripada naik terus mendingan bubarin aja BPJS,kembalikan saja ke JAMKESMAS “tambah pria yang akrab di panggih Nooh Kemang ini. Didampingi Sekretaris KPK STN Depok Ismail Black dan Ketua KPK STN Depok Pardonk, nooh menambahkan bahwa STN Depok mendukung penuh apa yang dilakukan kawan-kawan Di Jakarta yang Tergabung dalam SRMI, LMND, API KARTINI, FNPBI, EN LMND dan KPP STN, yang memberikan keterangan Pers Sbb:
“Setiap orang berhak atas kesehatan”
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
BPJS sebagai badan penyelenggara yang ditunjuk oleh negara, tentu saja wajib bertanggung jawab dalam peningkatan layanan kesehatan masyarakat.
Peningkatan bukan hanya pada kuantitas kepesertaan namun juga peningkatan kualitas layanan, menjamin kemudahan akses, dan terjangkau dalam biaya.
Sebagai badan hukum nirlaba, maka BPJS lembaga non profit, suatu lembaga yang dibentuk negara sebagai penyelenggara Jaminan Sosial dibidang kesehatan. Namun anehnya pada sisi lain BPJS justru diberi kewenangan untuk menggunakan dana iuran kesehatan untuk pengembangan usaha.
Penyelenggara layanan kesehatan seharusnya tidak diberi kewenangan untuk menggunakan dana iuran kesehatan untuk pengembangan usaha, karena beresiko dikemudian hari.
BPJS mengalami masalah defisit setiap tahunnya, tidak tanggung-tanggung defisit BPJS sampai akhir agustus 2019 mencapai 14 T, bahkan diprediksi akan defisit hingga 32,84 T, inilah alasan utama pemerintah sepakat menaikkan iuran BPJS bagi PBI maupun peserta Mandiri.
Defisit ini tidak terjadi sekali tetapi berkali-kali sejak 2014.
Tapi apakah benar bahwa defisit terjadi karena banyaknya peserta mandiri yang melakukan tunggakan? Bukan karena peserta mandiri adalah peserta dari golongan masyarakat miskin atau mendekati miskin yang sebelumnya mendapat layanan kesehatan kepersertaan Jamkesda, karena hampir semua pemda mengurangi jumlah kepesertaan PBI APBD? Atau karena tunggakan dilakukan oleh pemda yang kebingungan menutupi alokasi anggaran kesehatan yang naik setiap tahunnya? Jika benar maka ini sama namanya dengan menjebak diri pada kewajiban yang bablas dan akhirnya ngawur karena diwajibkan bagi semua orang, dengan menggunakan sistem layanan kesehatan yang tersentralisir tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan masing-masing daerah.
Langkah pemerintah untuk menaikan iuran BPJS baik PBI maupun peserta mandiri menurut kami bukanlah jalan keluar dari defisit yang terus terjadi, tetapi malah membuat masalah baru. Beban tambahan bagi APBN dan APBD dan tentu saja akan menjadi beban juga bagi rakyat, 40.000, 60.000, dan 80.000 rupiah saja tidak mampu dibayar apalagi jika naik? Dan ditengah situasi daya beli rakyat yang turun. Belum lagi rencana pemerintah yang akan menjadikan RT-RW sebagai tukang tagih bagi penunggak, malah akan menciptakan konflik ditengah masyarakat.
Selain daripada itu setiap defisit BPJS selalu mengurangi jenis layanan perawatan. Sementara upaya perbaikan layanan masih jauh tertinggal jika dibandingkan negara-negara lain, seperti Kuba, Venezuela dan lain-lain.
Pada saat program Jamkesmas dan Jamkesda masalah seperti ini tidak pernah terjadi, layanan tetap bisa dilakukan, rumah sakit tidak pernah berteriak tidak dibayar. Bahkan terdapat anggaran sisa dari alokasi APBN dan APBD.
Sudah seharusnya pemerintah kemudian melakukan evaluasi dan audit secara menyeluruh terhadap BPJS sebagai penyelenggara, mulai dari tingkat fasilitas tingkat pertama hingga rujukan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas iuran yang dihimpun dari masyarakat, maupun dari APBN dan APBD bagi PBI.
Jika kemudian ditemukan penyelewengan maka sudah sepantasnya BPJS dibubarkan dan mengganti layanan kesehatan dengan program Jamkesmas dan Jamkesda, yang jauh lebih efektif dalam penyelenggaraan dan efisien dalam penggunaan anggaran. Mengembalikan fungsi PT. Askes, Jamsostek, Asabri dan Taspen pada fungsinya semula, sedangkan bagi peserta mandiri, yang telah terlanjur melakukan pembayaran iuran maka menjadi tanggungjawab pemerintah sepenuhnya untuk mengatur.
Oleh karena itu kami yang tergabung dalam front ini, menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Evaluasi Sistem dan Audit Pengelolaan Keuangan BPJS
2. Bubarkan PBJS
3. Kembalikan Sistem Jaminan Kesehatan pada Program Jamkesmas dan Jamkesda yang dikelola langsung oleh negara.
Demikian pernyataan sikap kami.
Laksanakan Layanan Kesehatan yang berperikemanusiaan, berkeadilan, bermanfaat, murah, tanpa diskriminasi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wujudkan Kesejahteraan Sosial
Menangkan Pancasila!