tribundepok.com – Untuk mencapai misi yang ketiga mewujudkan masyarakat yang religious dan berbudaya berbasis kebhinekaan dan ketahanan keluarga, Idris merasa masih banyak yang perlu dibenahi termasuk keberadaan pembimbing rohani yang belum sebanding dengan jumlah penduduk.
“ Saat ini yang sudah berjalan barulah pemberian insentif pada para pembimbing rohani. Yang terdaftar baru 240 orang , 200 pembimbing rohani Islam ( ustadz dan guru ngaji ) serta 40 orang dari agama lainnya. Jadi sama sekali tidak ada diskriminasi agama,” ujarnya di hadapan Muslimat NU
Menurut Idris menyoal pembimbing rohani ini ia tak sekedar akan meningkatkan insentif. Tetapi masih akan menambah daftar karena menilai masih belum seimbang dengan kebutuhan waerga Depok.
“ Kita masih sangat membutuhkan pembimbing rohani terkait tujuan mewujudkan masyarakat yang religius, ini berlaku untuk semua agama. Untuk lima tahun kedepan secara berkala kita penuhi target misalnya saja 3000 pembimbing rohani, yang akan kita sebar di 11 kecamatan tergantung kebutuhan dan kepadatan penduduknya. Tak langsung 3000 tapi dibagi 5, misalnya saja tahun pertama 600 dan seterusnya hingga target tercapai. Ia meyakini saat melanjutkan pemerintahan lima tahun kedepan , progam-progam tersebut tinggal dilanjutkan kearah lebih baik saja
“ Kami pun akan membicarakan peningkatan insentif pembimbing rohani, seperti guru ngaji dan lainnya. Jadi aneh kalau ada yang bilang selama ini guru ngaji dan pembimbing rohani lainnya tak terperhatikan. Berarti yang bicara tidak tahu apa-apa tentang pembangunan di Kota Depok, yang kita lakukan tinggal peningkatannya saja,” tandasnya.
Menjawab pertanyaan Nurjanah dari Muslimat NU terkait guru honor sekolah negeri, menurut Idris, saat ini untuk guru honorer Depok sudah ada peningkatan yang signifikan. Kalau dulu insentif tak lebih dari sejuta, kini jauh lebih baik.
“ Untuk sekolah negeri, S1 dengan pengabdian lebih dari 5 tahun sudah mencapai 2,5 juta dan S2 dengan pengabdian lebih dari 10 tahun sudah mencapai 5 – 6 juta . Dan ini ada payung hukumnya, nomen klaturnya di Kemendagri dan Kemendikbud. Untuk honorer sekolah swasta ada di Bos, mungkin hanya perlu ditingkatkan lagi ke depannya,” papar Idris.
Begitu pula sertifikasi guru honor yang dulu tak bisa keluar tanpa SK kepala daerah dan Nurmahmudi tak berani menandatangai lantaran terbentur peraturan KemenPAN yang menyebutkan kepala daerah tak boleh meng SK kan guru honor, “ Saya mencoba dengan terobosan membuat surat keterangan bahwa yang bersangkutan memang benar guru di sekolah tertentu., Alhamdulillah berhasil disetujui Menteri Keuangan dan sekarang sertifikasi guru honorer kita bisa dicairkan, bahkan cukup dengan tandatangan Kepala Dinas Pendidikan saja,” ujarnya menutup pembicaraan. (toro)