tribundepok.com – Sejumlah ortusis PAUD Negeri 1 Terpadu Depok yang berlokasi di Kalibaru, Kecamatan Cilodong mendatangi Dinas Pendidikan untuk protes , pasalnya SKB Kesetaraan yang belajar di gedung yang sama kini waktu belajarnya beralih ke pagi hari.
“Kami tak masalah jika seperti waktu itu, mereka belajar siang hari setelah siswa PAUD pulang, tapi kalau barengan seperti sekarang kita keberatan,” ujar Nuravianti, mewakili ortusis.
İa pun menjabarkan sejumlah alasan keberatan mereka. Yang pertama dengan diambil nya sebagian ruang untuk SKB Kesetaraan, jumlah kelas kami dirampingkan artinya jumlah siswa dalam satu kelas menggemuk dan ini tidak nyaman untuk belajar.
“Mereka nggak bisa fokus. Belum lagi sarana halaman yang biasa digunakan untuk bermain , kegiatan outdoor, olah raga dan upacara tersita sebagian untuk lahan parkir . İni mengganggu,” ujarnya.
Hal tersebut juga diakui oleh pengelola PAUD , Sunaryo. Menurutnya memang penggemukan kelas membuat sedikit tidak kondusif .
” Contohnya kelas’ A1 dan A2 yang digabung jafi 28 siswa. İni membuat lebih ramai konsentrasi anak pecah dan guru juga tidak nyaman mengajar dikelas besar. Perlu disadari anak anak PAUD yang masih kecil kecil itu biasanya masih belum fokus belajarnya. Tapi saya juga belum bisa memenuhi keinginan orang tua , karena kewenangan bukan di saya, ini kebijakan dari atas,” kilah Sunaryo. Tapi ia mengaku tetap akan membicarakan hal tersebut. Apalagi ini menyangkut proses belajar mengajar anak anak yang tidak sedikit. Ada 96 siswa yang harus dibimbing.
” Kami juga kecewa pemindahaan jam belajar SKB Kesetaraan ini awalnya tidak disosialisasikan. Dan ketika kemudian dilakukan sosialisasi 15 Februari lalu, mereka tidak mau mendengarkan keberatan dan protes kami. Jadi kami mengadu ke Dinas Pendidikan Kota Depok sebagai alternatif yang kami harapkan bisa menjembatani,” tutur Stevani yang juga ortusis.
Di Disdik mereka mengaku ditemui. Oleh Suhyana, Kabid Pendidikan Non Formal, Sugeng PLT SKB Kesetaraan dan Muklis.
Saat itu Suhyana mengaku belum tahu permasalahan ini dan akan meneliti dan menindaklanjuti. Sementara Sugeng hanya berputar -putar tanpa solusi. Ortisis menunggu kelanjutannya.
” Sayang sampai saat ini belum ada perubahan. Kami hanya ingin.sama sama nyaman anak kesetaraan nyaman anak PAUD lebih nyaman.
Menurut Nuravianti, ini bukan masalah sepele sekedar berhimpitan di kelas saja. Tapi juga faktor psikologis anak yang jadi tidak nyaman belajar. Kesenjangan usia anak PAUD dengan kesetaraan yang sudah remaja bahkan dewasa itu mrmbuat mereka kurang baik disatukan.
” Mereka masih kecil , golden age, mudah meniru. Contoh kecil saja guru mengajarkan kebersihan copot sepatu dan menatanya rapi, meminta bicara sopan tidak kasar , memberitahu bahwa merokok itu tidak baik. Tapi mereka melihat itu dilakukan kakak kakaknya . Mungkin buat remaja atau dewasa percakapan itu biasa saja tapi kan ada bahasa yang kita nggak ingin anak anak kecil kita katakan, ” ujar Stevani mencontohkan.
Pada intinya pihak orang tua berharap SKB Kesetaraan kembali siang hari.
” Depok ini kan Kota Ramah Anak, makanya dibuat PAUD agar anak anak bisa belajar dengan nyaman sejak usia dini. Semoga mereka bisa belajar nyaman lagi setelah ini,” pungkas Nuravianti yang diamini para ortusis. ( d’toro)