google-site-verification=Q8IqhJlJ-8kubb5NQVbJk3WGTzny8GJUwXqKF5Nb4Nk
BerandaSeputar DepokDepok Butuh Perda Disabilitas
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Depok Butuh Perda Disabilitas

tribundepok.com – Seringkali masyarakat memandang remeh kaum disabilitas, menganggap sebagai makhluk tak berdaya dan tak bisa apa apa. Maka ketika mendengar adanya kuota kesempatan bekerja 2 % bagi penyandang disabilitas, sebagian pengusaha/ instansi menganggap itu sebuah beban, atau sekedar bakti sosial belaka. Salahkan pemerintah menetapkan hal tersebut dalam UU Penyandang Disabilitas pasal 53 yang mewajibkan untuk mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) bagi perusahaan milik pemerintah dan paling sedikit 1% (satu persen) untuk perusahaan milik swasta..? Tidak juga , ini upaya bagus memberikan kesempatan kerja bagi mereka sesuai amanat UU.

” Namun dalam prakteknya di setiap daerah perlu Perda , perlu pasal -pasal yang mengerti kondisi dan permasalahan mendasar yang sering dialami penyandang disabilitas jika tidak itu akan jadi Perda bisu tuli yang tak menyentuh permasalahan yang ada. Apalagi jika Perda itu disusun oleh orang-orang normal yang tidak pernah menoleh atau bersinggungan dengan kaum difabel, ” tegas Diantoro yang juga komite sekolah di salah satu SLB.

Kegiatan ” Disabilitas Kecamatan Sukmajaya Berdaya ” yang berlangsung hari Selasa ( 30/8/22) lalu sebenarnya salah satu upaya kami mendorong lahirnya Perda Disabilitas yang Raperda nya sedang digodok DPRD Depok

Sekilas acara yang di inisiasi Camat Sukmajaya Ferry Birowo, Yosie Firdaosy, kepala sekolah SLB Insan Mandiri dan Diantoro dari Relawan Depok Sehat (RDS) ini hanya unjuk kebisaan dan potensi para siswa siswi Disabilitas. Tapi yang kami ingin sampaikan lebih dari itu.

“Jika sekedar unjuk kebolehan kami cukup buat Pensi di sekolah. Tapi kami mengundang Ibu Walikota, Bapak Wakil Walikota , Anggota Dewan Propinsi dan Kota Depok, Para Kepala Dinas dan juga Lurah karena kami punya agenda lebih besar,” ujar Diantoro.

Sayang Ibu Walikota dan Pak Wakil Walikota serta anggota Dewan Depok berhalangan hadir karena ada kegiatan lain yang juga urgen “Tapi tak apa dengan bantuan anggota Dewan Propinsi , ibu Iin Nur Fatinah dan Kadinsos serta Dinas lain terkait yang hadir , kami mencoba menunjukkan apa sebenarnya yang dibutuhkan anak anak disabilitas ini, ” ujar Diantoro.

Kami ingin menunjukkan bahwa pendapat terkait anak anak disabilitas tidak berdaya itu salah. Lihat, anak anak down syndrom, tuna netra, tuna rungu , tuna daksa semua nya dengan sedikit latihan mampu melakukan sesuatu. Ya saat ini yang nampak hanya tarian, nyanyian, atau hasil karya sederhana namun yang harus kita pahami. adalah dengan pelatihan mereka bisa melakukan sesuatu diluar prediksi kita. Anak Tunagrahita mampu main musik dengan indahnya, down syndrom mampu menari..

” Sekolah memang memberikan pelatihan tapi masih kurang. Terimakasih pada drg Lulu , Kadinsos yang juga menjanjikan pelatihan bagi mereka. Ada sedikit masukan, memang pelatihannya mungkin gratis tapi jika tempatnya jauh dari sekolah maka ada kendala untuk transportasinya. Kelihatannya sepele, tapi ini peer bagi pemerintah . Jika ingin memberikan pelatihan mungkin dibagi per kecamatan, sehingga tidak membebani sekolah,” ujar Diantoro mengingatkan.

Sebagai contoh SLB Insan Mandiri, memang memperoleh bantuan Dana Bos dan lainnya tapi jika harus ikut pelatihan ini itu beban sekolah dan orang tua semakin besar, terutama untuk prasarana dan transportasi, belum lagi jika ingin mengikuti berbagai lomba , persiapan dan latihannya saja butuh dana . ” Pihak sekolah tak mungkin menanggung semua beban. Karena anak anak kami mayoritas dari golongan ekonomi lemah yang membayar SPP pun nggak mampu. Ini yang menyebabkan kami menjerit minta realisasi KDS untuk siswa -siwa kami. Dan saya rasa ini bukan cuma keluhan SLB Insan Mandiri. Begitu banyak anak disabilitas yang punya potensi tapi dari golongan ekonomi lemah atau tidak dipentingkan oleh orang tuanya sendiri,” ujar Yosie Noor Firdaosy.

Menurut Diantoro, lewat acara kemarin kita ingin mendorong adanya Perda Disabilitas dan Perda Ketenagakerjaan. ” Mungkin kita ingin mewujudkan kuota kesempatan kerja 2% bagi disabilitas. Tapi perlu diingat kesempatan kerja tanpa keterampilan hanya akan membuat penyandang disabilitas dibully. Dianggap beban dan memperoleh perlakuan berbeda. Kadang antara perundangan dan kenyataan ada kesenjangan jika dibuat tanpa memahami kondisi.” ujarnya mengingatkan.

Ini pula yang kadang membuat aturan 2% kuota kesempatan kerja itu tidak terpenuhi, justru akibat keengganan kaum disabilitas dan keluarganya sendiri. “Mereka yang tak punya keterampilan enggan bekerja lantaran pengalaman buruk rekannya dan banyak orang tua khawatir anaknya yang berkebutuhan khusus bekerja jauh dari rumah.

Oleh sebab itu Ketua Relawan Depok Sehat ini mengingatkan harus ada benang merah antara Perda dan masalah pelatihan ini. ” Saya sendiri cenderung berharap Perda Disabilitas mengarah pada poin poin pelatihan sebagai hak anak anak disabilitas .”

Ia beralasan dengan adanya pelatihan mereka bisa membuka lapangan kerja mandiri, jadi pengusaha muda yang menjual keterampilan nya. Ini juga bakal mendukung program pemerintah kota Depok untuk melahirkan pengusaha muda. ,
” Program seperti inilah yang sudah kami bicarakan dengan ibu Iin Nur Fatinah sebagai anggota Dewan Propinsi yang cukup peka dengan anak anak disabilitas. Dia setuju untuk membantu kami memberdayakan disabilitas sehingga kelak bisa membuka lapangan kerja bagi sesama disabilitas. Dan SLB insan Mandiri siap menjadi pilot projectnya, ” ungkap Diantoro

Hal senada dinyatakan Camat Sukmajaya, yang pernah memberi kesempatan PKL bagi siswa Insan Mandiri di Kecamatan Sukmajaya. Dirinya sengaja mengundang semua Lurah di wilayahnya agar faham kondisi disabilitas di lingkungan masing- masing dan siap merangkul jika ada kegiatan dan program pelatihan. ” Memberdayakan disabilitas adalah tanggungjawab kita bersama, ” pungkas Ferry Birowo. ( ndra)

spot_imgspot_imgspot_img
tribun depok
tribun depokhttp://tribundepok.com
tribundepok.com - faktual update
tribundepok.com