tribundepok.com – Jangankan terjadi adu gagasan, keinginan masyarakat Depok untuk mengetahui gagasan cemerlang calon wali kota dan wakilnya pun ambyar, karena debat dipenuhi aura “curhat dan dendam pribadi” di hampir semua sessinya.” Amat disayangkan waktu debat yang singkat tak dimanfaatkan maksimal. Paslon 1 sibuk menyisipkan „curhatan‟ seperti tak diikut serttakan dalam proses pembangunan, Idris dinilainya tak berbagi tugas , Belum lagi Afifah berupaya mencari simpati publik dengan ucapan seolah „korban‟ pelecehan Imam disaat chek kesehatan. Sungguh upaya pembunuhan karakter yang basi dan mengurangi bobot debat itu sendiri, “ ujar Ahmad Mauludin, dari Partai Berkarya.
Pernyataan Afifah tentang prestasi kota Depok juga membuat miris pemirsa.. Seolah tak menghargai hasil kerja keras orang lain dan meremehkan penhargaan pemerintah seolah pemerintahan Idris hanya mengejar prestasi belaka.
“Afifah lupa prestasi itu bukan prestasi Idris pribadi tetapi prestasi ASN yang telah bekerja keras, prestasi Pemerintah Depok sebagai suatukesatuan yang artinya Idris mampu memotivasi aparaturnya bekerja hingga penghargaam tinggi atas kerja keras itu diberikan pemerintah pusat atau propinsi. Dan meremehkan itu sama saja dengan meremehkan kinerja orang-orang yang terlibat dalam pencapaian prestasi tersebut. Kalau kita tidak bisa menghargai kerja orang lain bagaimana mungkin memimpinnya. Penghargaan itu harus disyukuri bukan di remehkan apalagi dihina. Kota lain mengharapkan penghargaan itu dan Depok mendapatkannya setelah bersaing dengan kota-kota lain,” ujar Ahmad Mauludin.
Sepanjang perdebatan , seperti biasa Pradi – Afifah terlalu sibuk mencari-cari dan menvebarkan apa
yang disebutnya kegagalan dan kekurangan rivalnya. Sampai kadang ia lupa atau salah persepsi
menanggapi pertanyaan Paslon 2. Penonton dibuat bosan dengan sejumlah dialog”baper “ yang kembali diulang Pradi yang seolah selalu tak diikutsertakian dalam pembangunan kota Depok.
Meski ada pertanyaan menyimpang dari tema debat, yakni Kerukunan Nasional, Demografi dan
Lingkungan Hidup, Idris hanya meluruskan bahwa yang dibahas atau ditanyakan di luar tema, tapi setelah itu dijawabnya dengan lugas. Serangan Afifah pada Imam tentang apa saja yang sudah diperbuatnya selama ini untuk Kota Depok justru „menampar dirinya sendiri” karena warga Depok cukup tahu apa yang telah diperbuat Imam selama 20 tahun di DPRD kota dan propinsi untuk warga kota ini karena ia termasuk yang sering blusukan dan menyerap aspirasi masyarakat. Bahkan sebagai ketua Karang Taruna Jawa Barat ia memiliki prestasi tersendiri.
Sebenarnya debat ini bisa lebih menarik jika Pradi Afifah focus pada materi debat dan tidak selalu
melenceng mengubahnya jadi selaan dan hujatan pada kinerja rival seolah semua yang dilakukan adalah kesalahan. Barangkali dia lupa dalam debat ini bukan bagaimana harus menjatuhkan lawan
tetapi mengangkat programnya sendiri sebagai daya tarik “ Afifah menganjurkan Idris untuk turun ke masyarakat mungkin diharapkannya bisa menjatuhkan citra lawan, tapi sayang warga Depok sadar betul Idris adalah pemimpin uang sangat merakyat, sering turun dan beraktifitas dengan masyarakat baik dalam kegiatan keagamaan , ekonomi ataupun sosial. Bahkan ia menganjurkan aparaturnya turun ke masyarakat dan bersama-sama melakukan aneka kegiatan.
Dia tidak tahu apa-apa tentang Depok tapi mengkritik birokrasi Depok yang buruk. Ini justru jadi penilaian buruk masyarakat kepada dirinya,” ujar Ahmad Mauludin.
Dalam debat kali ini Idris-Imam seolah tak membiarkan pihaknya disudutkan seenaknya, kalau biasanya sikap kedunya masih lunak terhadap serangan- serangan rival, kini keduanya balik
menyerang Pradi – dan Afifah dengan telak.
Seperti saat Afifah mengungkapkan tak perlu pengalaman untuk memimpin di Depok, bisa learning by doing, asalkan punya orang yang ditempatkan secara tepat dan bisa bekerja untuknya, Imam tandas mengingatkan warga Depok untuk tidak memilih calon pemimpin yang masih coba-coba dan tak tahu tata pemerintahan. Begitu pula Idris dengan telak meminta keduanya belajar lagi sebelum berkeinginan memimpin Kota Depok.
“ Mungkin Idris-Imam bosan, sudah dijelaskan di sesi debat terdahulu , tapi Pradi Afifah masih saja berkutat mengatakan pembangunan di Depok tidak merata hanya Margonda Centris. Wajar kalau Kyai kesal dan menyatakan akan mengajak Afifah jalan-jalan melihat perkembangan Cinere, Tapos,
Bojongsari dan lainnya agar tahu kenyataan di lapangan seperti apa . Mengatakan Depok tertinggal dari Bekasi dan Tangerang adalah kebodohan lain , APBD mereka berapa, ada pemasukan besar dari bandara atau kota industri di Bekasi. Depok adalah kota pemukiman, niaga dan jasa. Kalau Depok tertinggal nggak mungkin prestasinya secara nasional sebanyak sekarang, ” pungkas Ahmad Mauludin. (toro)