tribundepok.com – Memasuki bulan September 2024, Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok terus menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum, terutama melalui penerapan kebijakan keadilan restoratif atau restorative justice. Melalui kebijakan ini, Kejari Depok telah menghentikan penuntutan terhadap tiga perkara tindak pidana. Kasus-kasus tersebut meliputi pencurian (Pasal 362 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan pengrusakan (Pasal 406 KUHP). Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan keadilan yang lebih humanis, dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat serta menjaga prinsip-prinsip keadilan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M. Arief Ubaidillah, menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif bukanlah keputusan yang diambil dengan mudah. “Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus melalui mekanisme yang sangat hati-hati dan terukur, karena tujuannya adalah untuk menjaga agar kebijakan ini tetap relevan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepentingan masyarakat,” ujar Arief.kepada tribundepok.com Rabu ( 25/9/2024)
Namun, di balik penerapan kebijakan ini, Kejari Depok menegaskan bahwa ada batasan jelas mengenai kasus-kasus yang dapat dihentikan penuntutannya melalui keadilan restoratif. Salah satu batasan tersebut adalah tindak pidana asusila terhadap anak. Arief menyatakan dengan tegas bahwa kejahatan ini tidak memenuhi syarat untuk penyelesaian melalui mekanisme keadilan restoratif.
Tidak Ada Toleransi untuk Kasus Asusila Anak
Dalam wawancara dengan awak media, Arief menegaskan bahwa kasus tindak pidana asusila terhadap anak merupakan kejahatan berat yang harus ditindak dengan tegas. “Tidak ada restorative justice untuk kasus tindak pidana asusila terhadap anak. Ini adalah kejahatan serius yang tidak bisa diselesaikan di luar proses pengadilan. Anak-anak adalah aset penerus bangsa yang harus dilindungi dengan segala cara, dan kami di Kejari Depok tidak akan memberi ruang bagi kejahatan terhadap mereka,” tegas Arief.
Kejari Depok juga telah menerima 54 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus perlindungan anak hingga September 2024. Dari jumlah tersebut, 34 berkas perkara telah diterima, dan 28 di antaranya dinyatakan lengkap (P-21) untuk segera dilanjutkan ke tahap penuntutan.
Hukuman Maksimal bagi Pelaku Asusila terhadap Anak
Kejaksaan Negeri Depok menunjukkan komitmen penuh dalam menuntut hukuman maksimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Tidak jarang, kasus-kasus ini melibatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan. “Kami telah menuntut beberapa pelaku, termasuk dari kalangan tokoh masyarakat maupun agama, dengan hukuman maksimal. Ini menjadi bukti bahwa negara tidak akan ragu untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada mereka yang melanggar hukum, terutama yang merugikan anak-anak kita,” tambah Arief.
Negara Hadir Melindungi Anak
Kejaksaan Negeri Depok menganggap perlindungan terhadap anak sebagai prioritas utama. Melalui penegakan hukum yang tegas, Kejari Depok bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk kepolisian dan lembaga perlindungan anak, untuk memastikan bahwa setiap pelaku tindak pidana asusila terhadap anak mendapatkan hukuman yang setimpal. “Penegakan hukum yang tegas terhadap kasus asusila terhadap anak adalah wujud nyata dari kehadiran negara dalam melindungi masa depan generasi bangsa,” tutup Arief.
Dengan demikian, Kejaksaan Negeri Depok menegaskan bahwa mekanisme keadilan restoratif tidak akan diterapkan untuk kejahatan-kejahatan berat yang mengancam masa depan anak-anak, terutama tindak pidana asusila. Kejari Depok berkomitmen untuk selalu berada di garda terdepan dalam menjaga keadilan dan melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan dan eksploitasi.( Joko Warihnyo )