tribundepok.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan buka suara terkait kemungkinan penyesuaian besaran iuran jika layanan distandarisasi. Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, mengungkapkan bahwa ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan iuran peserta BPJS Kesehatan.
Faktor-faktor tersebut harus dibahas bersama para pemangku kepentingan terkait. Penyesuaian iuran juga perlu mempertimbangkan kondisi dan kemampuan finansial masyarakat. Saat ini, nominal iuran bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih mengacu pada peraturan presiden yang berlaku.
“Untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri, kelas I iurannya Rp150 ribu, kelas II Rp100 ribu, dan kelas III Rp42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7.000 per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp35 ribu,” jelas Rizzky Selasa (14/5/2024)
Rizzky menegaskan bahwa penyesuaian iuran harus melibatkan bauran kebijakan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, sebagai antisipasi potensi ketidakcukupan dana jaminan sosial (DJS) kesehatan dalam 2-3 tahun ke depan. Menurutnya, perumusan besaran iuran JKN di masa mendatang sebaiknya juga melibatkan partisipasi masyarakat melalui diskusi publik.
“Pada prinsipnya, apapun kebijakan yang nanti diterapkan, harus ada kepastian bahwa peserta JKN terlayani dengan baik dan memperoleh informasi sejelas-jelasnya,” lanjutnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kewajibkan setiap rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) paling lambat 30 Juni 2025. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perubahan iuran dalam sistem KRIS termuat dalam Pasal 103B beleid tersebut. Ayat 6 pasal itu menyebutkan bahwa Menteri Kesehatan akan melakukan evaluasi terhadap fasilitas ruang perawatan di setiap rumah sakit. Evaluasi ini akan dilakukan dengan berkoordinasi bersama BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Ayat 7 pasal yang sama menyebut hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap menjadi dasar penetapan manfaat, tarif, dan iuran. Penetapan manfaat, tarif, dan iuran ini harus dilakukan paling lambat 1 Juli 2025.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa standar pelayanan yang diterima peserta JKN tetap terjaga dengan baik, sekaligus memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional. BPJS Kesehatan terus berupaya untuk memberikan layanan yang terbaik bagi seluruh peserta, dengan tetap menjaga keseimbangan antara kualitas layanan dan kemampuan finansial masyarakat.
Dalam konteks ini, diskusi publik dan keterlibatan masyarakat menjadi sangat penting. Kebijakan yang diambil harus mencerminkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, serta memastikan bahwa semua peserta JKN mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan berkualitas.
Dengan penyesuaian yang hati-hati dan pertimbangan yang matang, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia, memastikan akses yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat, serta menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional demi kesejahteraan bersama.*