tribundepok.com – Dalam merespon perkembangan teknologi informasi terkini, RUU Perubahan Kedua UU ITE mengemukakan ketentuan baru yang menekankan perlindungan terhadap anak sebagai fokus utama. Sebagaimana yang dikutip dari Pasal 17 ayat (2a), transaksi elektronik dengan risiko tinggi kini diatur menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertilikat Elektronik.
Danrivanto Budhijanto, seorang Dosen di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), menyoroti substansi revisi ini. Menurutnya, regulasi yang lebih spesifik diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan ekosistem industri dan interaksi masyarakat digital. Dalam wawancaranya dengan Hukumonline pada Rabu (6/12/2023), Danrivanto menjelaskan bahwa perlindungan anak menjadi salah satu titik sentral revisi ini.
Revisi kedua UU ITE juga menanggapi ketidakjelasan terkait kualifikasi usia pengguna teknologi informasi. Sebagai langkah maju, UU ITE terbaru menitikberatkan pada perlindungan anak, dengan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai salah satu opsi verifikasi, dan adanya digital guardian untuk anak-anak di bawah umur, merujuk pada identitas dalam Kartu Keluarga (KK).
Danrivanto menilai revisi ini sebagai respons terhadap nilai kemanusiaan sebagaimana tercantum dalam Pancasila, terutama sila kedua dan ketiga. Lebih lanjut, perlindungan anak dalam ranah digital dianggap penting mengingat peran teknologi dalam kehidupan anak-anak, seperti dalam kegiatan biometrik dan robotik.
Ketua DPR, Puan Maharani, menyoroti strategisnya RUU Perubahan Kedua UU ITE di tengah dinamika dunia digital yang terus berkembang. Ditekankan bahwa perlindungan anak dalam ruang digital menjadi prioritas, dengan harapan perubahan ini memberikan landasan hukum yang lebih komprehensif untuk melindungi pengguna sistem elektronik.*