tribundepok.com – Di tengah dinamika politik yang terus berkembang, Badan Legislasi DPR RI memutuskan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Keputusan ini
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024)
Penundaan tersebut bukan tanpa alasan. Supratman menjelaskan bahwa lembaganya sangat berhati-hati dalam membahas revisi Undang-Undang Penyiaran tersebut karena tidak ingin mengganggu kemerdekaan pers yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi di Indonesia.
“Pers adalah lokomotif dan salah satu pilar demokrasi yang harus dipertahankan. Itu harus dipertahankan karena itu buat demokrasi,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Supratman juga mengungkapkan bahwa Badan Legislasi DPR RI baru satu kali mendengar paparan dari pihak pengusul RUU Penyiaran, yakni Komisi I DPR RI.
Namun, adanya perintah dari fraksi partai politik untuk sementara tidak membahas revisi undang-undang tersebut memperkuat alasan penundaan.
“Terutama yang berkaitan dengan dua hal. Satu, posisi dewan pers, yang kedua, menyangkut jurnalistik investigasi,” jelasnya.
Poin-poin kontroversial dalam Rancangan Undang-Undang ini turut menjadi perhatian. Salah satu yang paling disorot adalah pelarangan penayangan jurnalistik investigasi pada Pasal 50B Ayat 2 huruf c, serta pelarangan penayangan yang mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik pada Pasal 50B Ayat 2 huruf k. Poin-poin tersebut dianggap kontroversial karena mengandung makna yang multitafsir dan berpotensi mengancam kebebasan pers.
Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengungkapkan bahwa Komisi I DPR RI menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat diselesaikan dan disetujui menjadi undang-undang pada tahun 2024. Namun, dengan adanya penundaan ini, nasib RUU tersebut kembali menjadi tanda tanya.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, menepis tudingan bahwa revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran akan mengecilkan peran pers. Mantan jurnalis ini menegaskan bahwa Komisi I DPR menyadari pentingnya keberlangsungan media yang sehat. Namun, berbagai pihak masih mempertanyakan pasal-pasal dalam revisi RUU tersebut yang dinilai kontroversial.
Penundaan ini menunjukkan komitmen DPR RI dalam menjaga kemerdekaan pers dan memastikan bahwa setiap regulasi yang dihasilkan tidak mengancam pilar demokrasi. Sebagai negara demokratis, Indonesia harus terus mendukung kebebasan pers sebagai bentuk penghormatan terhadap hak-hak dasar warga negara dan sebagai alat kontrol terhadap kekuasaan. Ke depan, pembahasan RUU Penyiaran ini harus dilakukan dengan lebih cermat dan transparan, melibatkan berbagai pihak terkait untuk mencapai konsensus yang tidak merugikan demokrasi. ***