tribundepok.com – Pilkada Kota Depok yang bakal digelar 9 Desember mendatang, agaknya mulai menjadi magnet bagi para politisi untuk ambil bagian, baik ikut mencalonkan diri maupun sekedar sumbang saran. Kondisi ‘Tak biasa’ yang harus dihadapi walikota mendatang lantaran dampak Covid 19, memang membuat miris siapapun .
Tak mudah bagi calon pemimpin Depok era mendatang untuk membuat perubahan di Kota ini. Tak hanya terkait kebijakan tapi juga pendanaan dan waktu. Mereka, siapapun dia, akan menghadapi keterbatasan waktu hanya 3 tahun masa kepemimpinan sebelum Pilkada serentak 2024 dan kas’kosong lantaran semua dana sudah terkuras untuk pencegahan penyebaran dan penyelesaian Covid 19 di Depok.
“ Pilkada mendatang harus New Normal, artinya tidak bisa seperti biasanya, calon yang maju bikin banyak janji perubahan tapi tak punya konsep matang dan solusi jelas untuk kota ini. Tidak mungkin membuat sejuta planning perubahan yang hanya lips service belaka. Ada nggak yang ‘mendukung’ program tersebut secara riil. Karena dana Depok sudah tersedot Covid. Juga waktu singkat ini , si calon haruslah yang ‘ dipercaya’ pasar sehingga bisa didukung sepenuhnya,” ujar Agung Witjaksono SH,MM.M.Kesos, mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok.
Menurut Agung, kepercayaan pasar ini sangat penting di era sekarang. Banyak pertanyaan seputar perkembangan Kota Depok belakangan ini.
“ Bukan tak ada prestasi, tapi untuk pembangunan kota dan pembangunan ekonomi rasanya tak salah kalau orang bicara Depok masih berjalan di tempat. Jika di bandingakan Tangerang , Bekasi dan Bogor. Padahal Depok sama seperti juga Kota lainnya, menempel pada ibu Kota. Kepercayaan pasar pada pemimpin daerah di Bekasi atau Tangerang cukup tinggi, sehingga pembangunan cukup pesat di sana dan itu mengakibatkan PAD tinggi dan lapangan kerja bagi warganya terbuka lebar,” kilah mantan anggota DPRD dua periode ini lantang.
Agung Witjaksono berpendapat, sebenarnya Kota Depok punya potensi luar biasa dan dilirik oleh berbagai fihak. Dan itu bisa dimanfaatkan maksimal, jika kepercayaan mereka terhadap pemimpin daerah tinggi.
“ Potensi itu antara lain akses tol ke berbagai arah itu bisa dimaksimalkan dengan pembangunan di wilayah timur dan barat, semenbtara konsentrasi wilayah yang baru terbangun sebagai titik berat perekonomian adalah Jalan Margonda, ,” ujar Agung yang juga sempat menjadi Wakil Ketua DPRD dan juga Ketua BKD DPRD Kota Depok.
Dirinya lebih cenderung Depok saat ini bergabung dengan DKI Jakarta. “ Sekarang secara pemerintahan memang bergabung dengan Jawa Barat , namun perlu dikaji ulang, beban Jawa Barat ini jauh lebih berat ada 27 Kota/Kabupaten yang harus ditanggung. Akan sangat menguntungkan jika Depok jadi bagian DKI Jakarta, UMR pun lebih tinggi dan tenaga kerja dari Depok tak harus semua tersedot ke Jakarta, jika Depok terbangun baik dan lapangan kerja meluas agar warga Depok sejahtera, karena tak harus mencari nafkah keluar daerah . Harus ada konsep dan dukungan pasar untuk mewujudkan hal tersebut,” paparnya.
Menurut Agung, Depok harus menjalani konsep 4 M Maju, Mandiri, Modern dan Madani, hanya dengan begitu warga Depok bisa meraih kesejahteraan, Ditanya apakah dirinya siap maju untuk Pilkada mendatang, Agung hanya melempar senyum , “ Yah lihat saja nanti, saya hanya akan maju jika dukungan pasar kuat dan calon pasangan bisa menerima konsep ‘perubahan yang saya inginkan.
Buat apa kalau hanya jadi ‘pajangan’ dan tidak bisa maksimal mensejahterakan warga Depok. Intinya antara saya dan ‘calon pasangan’ bisa saling menghargai, mengisi dan berbagi tugas dengan baik. Sebab PR Kota Depok ini berat, bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat Covid dan membangun kota serta lapangan kerja dengan anggaran minim ,” tandasnya. (toro)
