tribundepok.com – Pilkada Depok 2024 seakan menjadi panggung besar di mana para aktor politik berlaga, namun, benarkah mereka sedang menari sesuai irama atau justru tersesat dalam skenario yang membingungkan?
Layaknya sebuah tarian yang kaki sudah melangkah terlalu jauh untuk mundur, hati para pelakon seakan tertinggal di masa lalu. Mereka terikat oleh janji-janji dan harapan yang terlanjur diucapkan, meskipun realitasnya semakin sulit dikejar. Suara-suara yang dulu optimis kini terdengar sayup, hanya meninggalkan jejak kenangan yang tak berarti. Mereka yang dulu dielu-elukan kini ditinggalkan, seolah janji politik hanyalah angin lalu.
Dalam pertarungan ini, rayuan politik yang dulunya dianggap mampu membolak-balikkan hati pemilih, kini malah menjadi bahan cibiran. Tuduhan dan prasangka datang bertubi-tubi, mengelilingi para pelakon layaknya bintang yang gagal memainkan peran utamanya. Dalang di balik layar politik tampaknya gagal merangkai cerita yang menarik, sehingga alih-alih membawa penonton pada kesedihan yang mendalam, mereka justru tertawa melihat sandiwara yang terlalu mudah ditebak. Upaya meyakinkan publik tampak sia-sia, sebab penonton sudah tidak lagi tertarik untuk mengikuti permainan yang terasa murahan.
Sang sutradara politik semakin kebingungan. Apa yang seharusnya menjadi tuntunan, kini hanya berakhir menjadi tontonan murahan. Para pemeran dalam drama ini tak lagi peduli dengan penilaian publik; mereka berjalan sesuai rencana dan ambisi pribadi mereka, meninggalkan penonton yang hanya bisa menghela napas kecewa.
Namun, cerita baru tiba-tiba dihadirkan. Seolah-olah ada upaya untuk mengganggu langkah-langkah mereka yang berusaha tetap lurus. Keberhasilan yang mereka klaim sebagai prestasi, justru dipertanyakan. Sementara kegagalan, seperti biasa, dilimpahkan pada musuh politik. Begitu mudah menyalahkan pihak lain, seolah-olah mereka lempar batu sembunyi tangan.
Yang lebih menarik, keberhasilan dirayakan hanya oleh segelintir orang, sementara kegagalan harus dibagi-bagi dengan pihak lain. Apakah ini cara kerja tim politik yang sebenarnya? Mengapa begitu sulit mengakui bahwa baik keberhasilan maupun kegagalan adalah hasil kerja bersama? Sinetron politik ini, seperti menepuk air di dulang, akhirnya justru membasahi muka sendiri.
Pertanyaannya kini, akankah para pelaku politik ini mempersembahkan cerita yang lebih bermakna? Atau, akankah mereka terus menari dalam lingkaran sandiwara yang semakin jauh dari kenyataan, meninggalkan penonton yang semakin bosan dan tertawa getir melihat pertunjukan yang tak lagi layak disaksikan? *
Penulis : Ketua Barisan Relawan Supian Suri (Baress), H. Acep Azhari