BerandaSeputar DepokPertarungan Panas Pilkada Depok: Kubu Supian Suri-Chandra Menentang Gagasan...
spot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pertarungan Panas Pilkada Depok: Kubu Supian Suri-Chandra Menentang Gagasan Insinerator dari IBH-Ririn

tribundepok com – Memasuki masa kampanye yang semakin sengit, salah satu isu panas yang memicu perdebatan dalam Pilkada Depok 2024 adalah penggunaan insinerator sebagai solusi pengelolaan sampah kota. Wacana ini diusulkan oleh pasangan calon (paslon) petahana, Imam Budi Hartono (IBH) dan Ririn Farabi, yang didukung oleh koalisi PKS-Golkar. Namun, ide ini langsung mendapat tentangan keras dari paslon Supian Suri-Chandra Rahmansyah, yang menganggap insinerator tidak hanya mahal, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan dan lingkungan serius.

Dalam debat publik di Gedung Mochtar Riady, Kampus FISIP UI, Jumat (08/11/2024), Supian dan Chandra dengan lantang menolak usulan IBH-Ririn. Menurut mereka, penggunaan insinerator tidak efektif, memerlukan biaya tinggi, dan berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

“Ini bukan sekadar soal biaya, tapi juga soal dampak jangka panjang yang bisa merugikan warga Depok,” kata Supian Suri dalam debat kemarin. Kritik tersebut pun mendapat dukungan dari sejumlah aktivis lingkungan dan perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang turut mempertanyakan efektivitas dan keamanan teknologi ini.

Insinerator atau mesin pembakar sampah telah lama menjadi kontroversi dalam pengelolaan sampah perkotaan. Di Indonesia, teknologi ini sudah diterapkan di beberapa kota, termasuk Jakarta dan Surabaya, dengan tujuan mengurangi timbunan sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun, menurut para penentangnya, termasuk Aliansi Zero Waste, insinerator sebenarnya hanya menyisakan masalah baru berupa polusi udara, abu beracun, dan biaya pengelolaan yang tidak sedikit.

Dari sisi regulasi, meskipun Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 mendukung percepatan pembangunan insinerator untuk energi listrik, beberapa pihak berpendapat bahwa langkah ini mengabaikan dampak buruknya terhadap lingkungan.

Mereka mengingatkan bahwa UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa pengelolaan sampah harus dipandang sebagai masalah lingkungan dan kesehatan, bukan sekadar estetika kota.

“Insinerator mengeluarkan emisi gas berbahaya, seperti dioksin, yang sangat toksik dan bisa menyebabkan kanker serta masalah kesehatan lainnya,” ungkap Fajri Fadhillah dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).

Selain gas beracun, insinerator juga mengeluarkan abu residu berbahaya yang masuk kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Norwegia, bocornya abu dari insinerator telah menyebabkan pencemaran air dan tanah.

“Paparan merkuri dan partikel halus dari insinerator dapat menyebabkan penyakit paru-paru, gangguan saraf, hingga kematian dini,” tambah Fajri.

Dalam konteks pembiayaan, Supian-Chandra mengkritik insinerator sebagai proyek berbiaya besar yang seharusnya dialihkan untuk pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan.

Meski insinerator mampu menghasilkan energi, efektivitasnya dinilai rendah dan tidak sebanding dengan biaya operasionalnya. Paslon nomor urut 02 ini berpendapat bahwa alokasi anggaran sebaiknya difokuskan pada metode pengelolaan sampah berbasis kompos, daur ulang, dan pengurangan sampah sejak sumbernya.

Satu lagi kritik utama terhadap insinerator adalah potensi ketergantungan terhadap sampah. Insinerator membutuhkan pasokan sampah yang konsisten agar tetap berfungsi optimal, yang dapat menghambat upaya masyarakat dalam mengurangi sampah atau mengembangkan inovasi daur ulang. Menurut Supian-Chandra, ketergantungan ini justru dapat membuat kota Depok semakin jauh dari tujuan pengelolaan sampah berkelanjutan.

Supian-Chandra, bersama pendukungnya, mengusulkan alternatif berupa pendekatan hierarki pengelolaan sampah, yakni memprioritaskan pengurangan, pemilahan, dan daur ulang sampah organik. Dengan demikian, volume sampah yang berakhir di TPA dapat ditekan tanpa harus menghasilkan emisi berbahaya. Mereka juga menyoroti pentingnya edukasi publik agar masyarakat lebih sadar dan terlibat dalam upaya pengelolaan sampah sejak dari rumah.

Isu ini semakin ramai diperbincangkan setelah seorang mahasiswa UI dalam debat publik menyuarakan kekhawatirannya terkait risiko kesehatan insinerator. Aktivis lingkungan dan mahasiswa secara vokal mendukung langkah Supian-Chandra yang menolak insinerator. Mereka berharap agar Depok, sebagai kota yang sedang berkembang, mengutamakan solusi yang lebih inovatif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan dalam menghadapi permasalahan sampahnya.

Pertarungan gagasan pengelolaan sampah ini memperlihatkan bagaimana perbedaan visi antarpasangan calon dapat mempengaruhi arah kebijakan kota Depok ke depan. Di satu sisi, IBH-Ririn berfokus pada solusi cepat untuk sampah, sementara Supian-Chandra mengedepankan pendekatan jangka panjang yang berkelanjutan dan aman bagi lingkungan.( JW )

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_img
tribun depok
tribun depokhttp://tribundepok.com
tribundepok.com - faktual update
tribundepok.com