spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaPendidikanMenyoal Kontroversi Pungutan Sekolah

Menyoal Kontroversi Pungutan Sekolah

tribundepok.com – Persoalan penarikan biaya tertentu di sekolah menengah atas negeri jadi sebuah kontroversi. Sejumlah ortusis merasa berkeberatan dan meributkan di Medsos seolah sekolah negeri Depok melakukan kecurangan dengan menarik biaya. Mereka juga membandingkan dengan sekolah di Jakarta yang menggratisksn segala biaya.

Berbeda-beda tanggapan yang ada , ada yang menyalahkan pihak sekolah, ada yang menuding komite sekolah sebagai pihak yang salah karena membantu sekolah ikut menekan ortisis dengan berbagai pengeluaran, ada pula komite yang ikut menyalahkan sekolah.

Sebelum ini semua menjadi bola panas dan dimanfaatkan pihak pihak tak bertanggungjawab untuk dijadiksn panggung politik. Ada baiknya kita sibak fakta yang melatarbelakanginya. Benarkah tindakan sekolah meminta partisipasi orang tua adalah kesalahan dan ilegal.

Wido Pratikno , pengacara sekaligus pengamat pendidikan dengan tegas membantah itu. ” Penarikan sumbangan diperbolehkan ini sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 48 tahun 2008 , diperbolehkan asalkan ada musyawarah dengan orang tua dan komite sekolah” ujarnya.

Tapi sebelum kita bicara lebih jauh soal sumbangan, biaya tambahan atau biaya kegiatan apspun yang dibebankan sekolah pada orang tua, sebaiknya Itu mengubah mindset kita dulu, ajaknya.

” Janganlah menganggap itu sebagai pungutan liar, beban biaya yang harusnya tidak ditanggung orang tua dan sejenisnya , tapi anggaplah sebagai investasi pendidikan anak- anak kita. Kakau ingin anak kita cerdas berwawasan, nantinya bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi atau punya masa depan cerah, ya wajar kalau kita harus keluar biaya. İtulah makna investasi pendidikan yang saya sebut tadi, ” tegas mantan komite sekolah ini. Sabtu (16/09/2023)

Menyoal Kontroversi Pungutan Sekolah

Jika poin itu sudah kita pegang , baru poin kedua kita bicarakan, meski sumbangan diijinkan dan ada dasar hukumnya, tetap tidak boleh memberatkan atau dipaksakan bagi yang tidak mampu.

“Disinilah peran komite sekolah. Komite menjembatani antara keinginan sekolah dan orang tua. Berani nego kesekolah mengenai besarannya agar tak memberatkan dan jika ada orang tua yang tidak mampu ya harus bisa memperjuangkan ke sekolah agar mereka dapat keringanan dan subsidi silang. Atau bisa juga komite merangkul ortusis yang mampu untuk berdonasi agar bisa subsidi silang,” tambahnya.

Bukan tanpa alasan Wido memberi penekanan pada kata “keinginan sekolah” tadi. Menurutnya segala kegiatan tambahan yang berbiaya tadi memang keinginan sekolah.

“Tapi bukan dalam konotasi buruk. Justru sekolah yang baik, punya standar sendiri, biasanya punya program- program unggulan untuk menaikkan kualitasnya, namun tentunya program program tersebut butuh biaya ekstra yang tidak mungkin ditanggung pemerintah lewat dana bos atau anggaran pendidikan standar,” kilahnya.

Jadi jangan menyamaratakan. Jika sekolah A tak banyak kegiatan sementara sekolah B banyak kegiatan yang berbiaya, ” Jangan langsung menuding sekolah itu menarik pungutan besar dan cari untung, kepseknya melawan hukum karena minta duit melulu. Lihat dulu programnya jalan nggak. Terlebih lagi lihat keberhasilan sekolah tersebut. Bukankah orang tua berbondong bondong memilih sekolah tersebut karena menganggap mutu dan kualitas pendidikannya selama ini baik sehingga dianggap sekolah favorit ? ” tudingnya , sekaligus mengingatkan mutu yang baik pasti berkaitan erat dengan program unggulan dan biaya ekstra.

Meski demikian Wido Pratikno yang juga ketua Partai Buruh Kota Depok ini juga mengingatkan sekolah agar tidak terlalu menggebu dengan program berbiaya tinggi. ” Kondisi perekonomian pasca Covid ini belum membaik masih banysk masyarakat yang hidup pas pasan bahksn kekurangan, ada baiknya membuat program program dengan biaya yang terjangkau ,” ujarnya.

Di sisi lain Wido juga menghimbau pihak pengusaha yang tersebar di Depok ini ikut berperan aktif dalam dunia pendidikan dan kesejahteraan masyarakat lewat CSR-nya. Bukankah sudah ada aturan terkait CSR ini.

” Kenapa tidak berperan sebagai orang tua asuh setidaknya bagi anak anak karyawannya agar bisa memperoleh pendidikan baik atau justru membantu program program sekolah agar berjalan baik ,” usulnya.

Disini kembali komite sekolah berperan , sekolah tak boleh mencari uang tapi komite bisa melakukannya dengan merangkul dunia usaha, tentunya berkoordinasi dengan pihak sekolah disesuaikan dengan kebutuhan kegiatannya.

” İni fungsi komite sekolah yang benar, selain menjadi jembatan antara orang tua dan keinginan pihak sekolah. Berdiri di tengah tanpa keberpihakan. Tapi juga bukan merongrong atau malah ikut berkoar menuding sekolah bahkan seolah berhak jadi pengawas atau menghakimi sekolah. İtu salah kaprah namanya… komite yang tidak tahu tugas dan fungsi keberadaanya,” tegas Wido yang sudah khatam jadi komite di berbagai sekolah.

Pendapat Wido di amini Asep Sudarsono kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD II) Jawa Barat. Menurutnya
sumbangan di perbolehkan dan sesuai dengan peraturan menteri, yang tidak boleh sumbangan di patok besarnya, tetapi kita juga harus melihat kebutuhan yang harus dikeluarkan sekolah untuk programnya sehingga hal ini perlu di sampaikan berapa besaran yang dapat diberikan oleh orang tua siswa.

” Tapi sifatnya tidak boleh memaksa jika ada orang tua yang benar benar tidak mampu. Harus diupayakan subsidi silang. Atau apabila dari hasil sumbangan tidak mencukupi maka program yang memakan biaya harus di hapuskan, kecuali orang tua siswa kembali mau menambahkan donasi untuk kegiatan tersebut, ” imbuhnya.

Asep juga minta orang tua tidak membandingkan dengan sekolah di Jakarta yang bebas biaya. Bukan kesalahan Pemkot atau propinsi, tapi memang PAD/ APBD DKI tinggi sehingga anggaran 20 % untuk pendidikannya juga tinggi, dan hanya dibagi beberapa kecamatan. Beda jauh dengan Jawa Barat yang pendapatannya harus dibagi sekian banyak kota dan kabupaten.

” Di DKI sudah wajib belajar 12 tahun, sejak SD, SMP, SMA di biayai oleh pemerintah di sana (DKI) mendapat Rp.440 perbulan karena APBD nya DKI lebih tinggi di banding dengan Jawa Barat” pungkasnya . (d’toro)

tribun depok
tribun depokhttp://tribundepok.com
tribundepok.com - faktual update
error: tribundepok.com