tribundepok.com – Sebuah perdebatan panjang mengguncang kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Kota Depok, Jawa Barat, ketika ahli waris Kampung Bojong Malaka menyoroti masalah ganti rugi atas lahan yang digunakan untuk pembangunan kampus tersebut. Mereka menuntut kompensasi yang sesuai atas tanah yang dianggap sebagai milik mereka.
Kasno, Sekretaris Paguyuban Kampung Bojong Malaka, secara tegas menyatakan keinginan mereka untuk segera mendapatkan pembayaran atas lahan yang telah digunakan UIII untuk mendirikan gedung-gedung kampusnya. Meskipun mahasiswa baru telah diterima, namun peresmian dari pemerintah belum diterima, memicu kekhawatiran ahli waris bahwa hak mereka belum diselesaikan.
Dalam penjelasannya, Kasno menegaskan bahwa lahan yang digunakan oleh UIII adalah tanah adat dengan surat-surat kepemilikan yang sah atas nama warga Kampung Bojong Malaka, termasuk Letter C yang dikeluarkan pada tahun 1965. Namun, kebingungan muncul ketika terdapat perbedaan klaim luas tanah antara pemerintah dan Kementerian Agama.
“Muncul ketidaksesuaian antara klaim RRI yang sebelumnya mengakui luas tanahnya sebagai 142 hektar, dengan pengakuan dalam putusan hukum bahwa sebenarnya hanya 32.4 hektar. Hal ini menimbulkan keraguan dan kebingungan atas status dan luas tanah yang seharusnya dikompensasi kepada ahli waris Kampung Bojong Malaka,” ungkap Kasno.Selasa 30 Januari 2024
Selain itu, dugaan terkait kemungkinan adanya keterlibatan mafia tanah juga mengemuka. Kasno menduga adanya penundaan dalam peresmian kampus UIII karena presiden ingin memastikan tidak ada keterlibatan mafia tanah dalam proses tersebut.
Hingga saat ini, masalah ganti rugi atas lahan yang digunakan masih menjadi perdebatan yang belum tuntas. Ahli waris Kampung Bojong Malaka berharap agar pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), dapat berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah ini sesuai dengan keadilan bagi masyarakat yang berhak atas tanah tersebut.
Perdebatan ini mencuat dan menjadi sorotan karena melibatkan salah satu institusi pendidikan ternama di Indonesia, menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam pengelolaan aset publik.( Joko Warihnyo )