tribundepok.com – Dalam dinamika politik Indonesia yang semakin memanas, Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi, diduga terlibat dalam upaya cawe-cawe yang memengaruhi Partai Golkar. Desas-desus ini muncul di tengah semakin terpuruknya posisi partai berlambang pohon beringin tersebut, yang dipandang sebagai upaya Jokowi untuk mempertahankan eksistensinya di panggung politik nasional setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir.
Isu ini mencuat dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Siapa Cawe-Cawe dalam Gonjang Ganjing Partai Golkar?” yang digelar di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (19/8/2024). Acara ini menghadirkan sejumlah pengamat politik, salah satunya adalah Prof. Firman Noor, seorang peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam kesempatan itu, Prof. Firman Noor secara tegas mengaitkan gejolak yang terjadi di internal Partai Golkar dengan kepentingan politik Jokowi.
“Peristiwa yang menimpa Golkar saat ini tidak lepas dari kepentingan Jokowi untuk tetap bisa mengendalikan politik Indonesia, bahkan setelah ia tidak lagi menjabat sebagai presiden,” ungkap Prof. Firman Noor di awal diskusinya.
Ia menambahkan bahwa kondisi politik nasional saat ini lebih didominasi oleh pragmatisme dan oportunisme, yang membuat partai-partai politik rentan terhadap intervensi pihak luar.
“Peta politik yang terbangun di Indonesia sangat pragmatis. Hubungan antar-elite politik diikat oleh kepentingan yang sangat praktis, terutama dalam hal memenangkan kontestasi elektoral. Hal ini membuat partai-partai politik seperti Golkar menjadi sangat rentan terhadap pengaruh eksternal,” lanjutnya.
Lebih jauh, Prof. Firman Noor memperkirakan bahwa kondisi politik nasional bisa mengalami perubahan arah yang signifikan. Kekhawatiran akan masa depan politik membuat penguasa saat ini, dalam hal ini Jokowi, berusaha keras untuk memastikan eksistensi dan pengaruhnya tetap kuat, bahkan setelah masa jabatannya berakhir. Menurutnya, langkah-langkah ini tidak hanya difokuskan untuk tahun 2024 atau 2029 saja, tetapi juga untuk jangka panjang, termasuk generasi berikutnya.
“Bukan tidak mungkin, akan terjadi political switch yang bisa mengancam kenyamanan kekuasaan yang ada saat ini. Karena itulah, penguasa sekarang harus memastikan bahwa eksistensinya tetap terjaga, dengan menyusun langkah demi langkah, bahkan hingga ke anak cucunya,” tegas Prof. Firman Noor, mengakhiri analisisnya.
Diskusi ini menjadi menarik karena tidak hanya membahas tentang Partai Golkar semata, tetapi juga membuka wacana lebih luas mengenai bagaimana strategi politik dijalankan oleh para penguasa untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Dalam konteks ini, Partai Golkar, yang selama ini dikenal sebagai salah satu partai politik terbesar di Indonesia, menjadi sorotan utama.
Sebagai partai yang pernah dominan selama Orde Baru dan terus eksis hingga era reformasi, Golkar kini berada di bawah ancaman perpecahan dan kehilangan pengaruhnya. Namun, jika benar ada campur tangan Jokowi dalam dinamika internal partai ini, maka pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana Jokowi akan melangkah untuk memastikan pengaruhnya tetap hidup? Dan apa dampaknya bagi stabilitas politik Indonesia ke depannya?
Isu cawe-cawe ini tentu menimbulkan berbagai spekulasi, baik di kalangan politisi maupun masyarakat luas. Apakah langkah ini akan berhasil menjaga posisi Golkar dan pengaruh Jokowi di kancah politik nasional, atau justru akan menjadi bumerang yang mempercepat kemunduran partai dan mengikis kepercayaan publik? Hanya waktu yang akan menjawab.
Yang pasti, dinamika politik Indonesia menjelang tahun 2024 semakin menarik untuk diikuti. Partai Golkar dan peran Jokowi di balik layar menjadi dua elemen kunci yang akan terus menjadi sorotan publik, seiring dengan semakin dekatnya pemilu dan pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan di masa depan.( Red )