tribundepok.com – Universitas Indonesia (UI) menunjukkan sikap tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran akademik dan etik, termasuk Promotor, Ko-promotor, Manajemen Sekolah, serta mahasiswa. Dalam pernyataan resmi yang diungkapkan dalam konferensi pers bersama, keputusan ini bukan hanya keputusan Rektor UI semata, melainkan hasil keputusan kolektif dari empat organ utama UI: Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB) UI.
Keputusan tersebut menegaskan bahwa Empat Organ UI, yang terdiri dari pimpinan tertinggi akademik dan struktural UI, sepakat untuk melakukan pembinaan terhadap pihak yang terlibat, dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas akademik dan perilaku etis dalam lingkungan kampus.
Konferensi pers yang diselenggarakan Rabu (12/3/2025) melibatkan Rektor UI, Ketua MWA, Ketua SA, dan Ketua DGB, yang masing-masing menunjukkan solidaritas dan ketegasan dalam mendukung keputusan ini.
Terkait dengan tuntutan agar disertasi mahasiswa yang terlibat dibatalkan, UI menegaskan bahwa hal tersebut tidak sesuai. Meskipun sebelumnya Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) melakukan promosi doktor, Empat Organ UI menyepakati bahwa mahasiswa tersebut diwajibkan untuk melakukan revisi pada disertasi yang diajukan.
“Mahasiswa tersebut belum dapat diterima disertasinya sebagai dokumen pendukung kelulusan, sehingga tidak tepat jika disertasi tersebut dibatalkan,” ungkap Rektor UI dalam konferensi pers.
Begitu juga dengan tuntutan untuk membatalkan kelulusan mahasiswa, yang juga dianggap tidak tepat. UI menyatakan bahwa kelulusan mahasiswa tersebut belum sah, karena disertasi yang menjadi syarat kelulusan belum diterima dan dinyatakan valid oleh Empat Organ UI. Oleh karena itu, kelulusan mahasiswa tersebut ditunda hingga revisi selesai dan yudisium dapat dilaksanakan.
Selain itu, tuntutan pembatalan gelar yang diajukan oleh beberapa pihak juga dianggap tidak relevan. UI menegaskan bahwa mahasiswa yang dimaksud belum lulus dan belum mendapatkan ijazahnya, karena disertasinya belum disetujui. Hal ini menegaskan bahwa gelar doktor yang dipersoalkan belum dapat diberikan.
UI menegaskan bahwa pembinaan adalah bagian dari tugas utama sebagai lembaga pendidikan. “Pembinaan yang dilakukan oleh UI tidak bertujuan untuk menghukum, melainkan untuk meningkatkan kualitas akademik dan perilaku etis para civitas akademika,” jelas Rektor UI.
Dalam konteks ini, pembinaan dilakukan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan posisi masing-masing pihak. Bagi mahasiswa, pembinaan dilakukan melalui kewajiban untuk meningkatkan kualitas disertasi dan memenuhi tambahan syarat publikasi ilmiah.
Sedangkan bagi Promotor, Ko-Promotor, Direktur Sekolah, dan Kepala Program Studi, pembinaan berbentuk larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, serta larangan untuk menduduki posisi struktural tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Rektor UI juga menekankan bahwa keputusan ini menegaskan bahwa tidak ada perlakuan khusus terhadap siapa pun. UI memastikan bahwa pembinaan diterapkan secara adil tanpa tebang pilih. Empat Organ UI menunjukkan keseriusan dalam menjalankan sistem etik di dalam kampus, termasuk kepada pihak-pihak di level akademik dan struktural yang lebih tinggi.
Rektor UI juga membuka ruang bagi siapa saja yang ingin bertanya lebih lanjut mengenai mekanisme pengambilan keputusan tersebut. Ia menyatakan siap berdiskusi langsung dengan pihak-pihak yang belum memahami proses ini. “Ruangan saya terbuka untuk siapa saja yang ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai keputusan ini,” tambah Rektor UI.
Dengan langkah tegas dan terbuka ini, UI menunjukkan komitmennya untuk menjaga kualitas pendidikan serta etika di dunia akademik. Keputusan ini bukan hanya mencerminkan prinsip integritas yang dipegang oleh UI, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya peran pembinaan dalam menjaga kredibilitas dan kualitas universitas ternama di Indonesia.***