tribundepok.com – Kota Depok yang kian berkembang sejak pemisahannya dari Bogor pada tahun 1999, kini memiliki komunitas santri yang terus tumbuh. Hal ini disoroti oleh Wali Kota Depok, Muhammad Idris, yang mengusulkan pembentukan konsulat khusus Depok untuk para santri lulusan Pondok Modern Darussalam Gontor. Idris menyatakan keinginannya ini pada acara Silaturahmi Akbar Alumni dan Wali Santri Gontor, yang digelar di Kinasih Resort, Tapos, Kota Depok, Minggu (20/10/24).
“Santri asal Depok saat ini masih tergabung dengan Konsulat Bogor. Padahal, sejak Depok berdiri sendiri sebagai kota, jumlah santri asal Depok terus meningkat. Saya berharap, dengan adanya konsulat khusus, Depok dapat memiliki perwakilan yang tampil dalam acara pengenalan santri setiap tahun,” ujar Idris, mengungkapkan harapannya agar identitas Depok lebih jelas terwakili.
Kegiatan Silaturahmi Akbar tersebut digelar dalam rangka peringatan 100 tahun Ikatan Keluarga Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor. Momentum tersebut juga dimanfaatkan Idris untuk menegaskan bahwa santri Depok sudah layak memiliki konsulat sendiri, terpisah dari Bogor. Menurutnya, sudah saatnya Depok berdiri mandiri dalam hal ini, seperti daerah-daerah lain yang juga memiliki konsulat pesantren masing-masing.
“Saat perkenalan di acara karnaval awal tahun ajaran, hanya konsulat Bogor yang disebut, padahal banyak santri asal Depok di dalamnya. Ini yang harus diperbaiki,” tambah Idris dengan nada kecewa.
Potensi Santri Depok yang Kian Meningkat
Data dari Ikatan Keluarga Pesantren Modern (IKPM) Kota Depok menunjukkan bahwa alumni Gontor yang berasal dari Depok kini mencapai 1000 orang. Pada tahun 2024, tercatat ada 400 santri aktif asal Depok yang belajar di Gontor, sebuah angka yang menunjukkan betapa signifikannya kontribusi kota ini terhadap pesantren tersebut.
Ketua IKPM Kota Depok, Fahmi Fuadi, menegaskan bahwa jumlah santri Depok yang terus meningkat harus mendapat perhatian lebih, termasuk dalam pembentukan konsulat yang diusulkan Idris. “Ini langkah yang baik agar santri Depok memiliki identitas yang kuat dan bisa tampil lebih aktif dalam acara-acara pesantren,” ujarnya.
Selain Idris, acara Silaturahmi Akbar ini juga dihadiri sejumlah tokoh penting seperti mantan Duta Besar Azerbaijan, Prof. Husnan Bey Fannani, mantan Wakil Ketua KPK, Ustadz Adnan, serta berbagai alumni Gontor lainnya. Hadir pula sejumlah tokoh agama dan masyarakat seperti Prof. Hamdan Anwar, Ustadzah Elisabeth, Bunda Elly Farida, dan H. Kamil Rayana.
Kontribusi Alumni dalam Kemajuan Depok
Dalam sambutannya, H. Kamil Rayana, salah satu tokoh alumni Gontor, menekankan pentingnya menyatukan alumni pondok pesantren yang tinggal di Depok. Ia berharap alumni Gontor dapat berkontribusi nyata dalam kemajuan kota Depok, baik melalui pendidikan, dakwah, maupun bidang lainnya.
“Kebersamaan ini harus diwujudkan dalam bentuk kontribusi nyata. Kita berharap ilmu yang mereka peroleh dari Gontor dapat diaplikasikan untuk memajukan Depok dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Yang penting, kita harus menjaga kebersamaan dalam dakwah,” ujar Kamil.
Idris sendiri, meskipun tidak menyelesaikan pendidikan di Gontor, mengaku sangat bangga pernah menimba ilmu selama enam tahun di pesantren tersebut. Ia mengakui bahwa pengalaman selama menjadi santri telah membentuk kedisiplinannya yang sangat bermanfaat dalam kehidupan pribadi maupun saat memimpin Kota Depok.
“Saya pernah nyantri di Gontor selama enam tahun. Meskipun tidak sampai selesai, pengalaman di sana sangat berharga. Kedisiplinan dan nilai-nilai yang diajarkan berperan besar dalam menjalankan pemerintahan. Semua itu bisa dibaca di buku saya, ‘Politik Santri Era Reformasi’, yang ditulis oleh teman seangkatan saya di Gontor,” tambah Idris.
Depok sebagai Kota Religius
alam kesempatan yang sama, Fahmi Fuadi juga menyinggung tentang sebutan Depok sebagai kota religius, yang menurutnya bukan hanya berlaku untuk Islam tetapi juga untuk agama lain. “Depok adalah kota yang mengedepankan toleransi, di mana warga dari berbagai agama bebas menjalankan kepercayaan mereka masing-masing. Ini adalah contoh kota religius yang sesungguhnya,” ujar Fahmi.
Ia pun menepis isu negatif yang sering dilekatkan pada Depok, seperti tudingan bahwa kota ini identik dengan “babi ngepet”. Menurut Fahmi, tudingan tersebut tidak berdasar dan hanya dibuat-buat. “Kejadian-kejadian seperti itu hanya dilakukan oleh oknum tertentu, tidak mencerminkan kota Depok secara keseluruhan. Kita harus melihat dengan bijak, bahwa santri dan warga Depok jauh lebih banyak memberikan kontribusi positif,” jelasnya.
Dengan adanya usulan pembentukan konsulat khusus Depok, diharapkan para santri dan alumni Gontor dapat bersatu dalam dakwah, bekerja sama dengan pemerintah untuk membawa Depok menuju masa depan yang lebih baik, sesuai dengan identitasnya sebagai kota religius yang toleran dan inklusif.( d,Toro )