tribundepok.com – Memasuki masa kampanye jelang pemilu 2024, kabar kurang menggembirakan datang bagi kaum buruh di Indonesia. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran menjadi sorotan, menciptakan kekhawatiran akan kondisi ketenagakerjaan di tengah-tengah gejolak politik.
Menanggapi hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan bahwa PHK seharusnya merupakan langkah terakhir yang diambil oleh perusahaan dan harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan bahwa terjadinya PHK harus melibatkan kesepakatan antara perusahaan dan pekerja.
“PHK merupakan jalan terakhir. Jika tidak dapat dihindari, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan di Cikarang Kamis 1 Februari 2024
Kabar PHK massal pertama kali mencuat setelah PT Hung-A Indonesia, yang berbasis di Cikarang, Jawa Barat, melakukan pemangkasan sekitar 1.500 karyawan. Serikat pekerja masih dalam proses perundingan dengan perusahaan untuk menyelesaikan hak-hak karyawan yang terdampak.
Meskipun demikian, Kemnaker menegaskan bahwa tidak semua peristiwa PHK ditangani langsung oleh kementerian. Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) memiliki peran sesuai dengan aturan yang berlaku, sementara Kemnaker akan memberikan dukungan seperlunya.
“Kami memantau peristiwa PHK dan memberikan dukungan sesuai dengan kewenangan kami, sementara penanganan langsung dilakukan oleh Disnaker,” jelasnya.
Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengungkap bahwa selama periode Januari-November 2023, terjadi gelombang PHK di 8 perusahaan yang mengakibatkan 7.300 karyawan kehilangan pekerjaan. Total sejak tahun 2022, sebanyak 56.976 karyawan dari 36 perusahaan harus mengalami PHK, dengan sebagian besar terjadi di Provinsi Jawa Barat.
Dengan situasi yang semakin genting ini, para buruh dan serikat pekerja menanti langkah konkret dari pemerintah untuk melindungi hak-hak mereka dan mengatasi krisis ketenagakerjaan yang semakin memburuk.*