tribundepok.com – Kota Depok kembali dihadapkan pada kasus sengketa tanah yang seolah tiada habisnya. Kali ini, proyek pembangunan Alun-Alun Depok wilayah barat, yang berlokasi di Kecamatan Bojong Sari, menjadi sorotan publik. Alun-alun yang diharapkan menjadi pusat kegiatan masyarakat tersebut kini dihadapkan pada masalah serius terkait status tanah seluas 2,3 hektar yang diduga bermasalah.
Proyek pembangunan alun-alun senilai 45 miliar rupiah ini menuai kontroversi ketika beberapa wartawan yang melakukan investigasi di lokasi diusir oleh petugas keamanan. Insiden ini menambah deretan masalah yang dihadapi proyek tersebut, selain dari dugaan lahan sengketa.
Saat awak media mencoba mengambil gambar di area alun-alun, mereka dihentikan oleh petugas satpam. “Selamat siang pak, mohon maaf mengganggu. Kami dari media, mohon izin mau ambil gambar buat berita,” ujar salah satu wartawan. Namun, tanggapan sinis diterima dari petugas keamanan, “Kamu dari mana? Mau apa? Tidak boleh ambil foto-foto di sini, silakan keluar. Saya menjalankan perintah dari pimpinan Dinas.”
Tak ingin memperpanjang konflik, para wartawan pun akhirnya mengambil gambar dari luar area alun-alun. Kejadian ini menunjukkan ketatnya pengawasan dan kontroversi yang melingkupi proyek pembangunan tersebut.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan alun-alun yang telah menyedot dana hingga 45 miliar rupiah tersebut belum selesai sepenuhnya.
Warto (45), warga Sawangan, mengungkapkan rasa herannya. “Kenapa alun-alun dibangun bukan di tempat strategis, jauh dari jalan besar,” ujarnya. Lokasi alun-alun yang jauh dari jalan utama dan dikelilingi tanah kosong serta jalan menuju lokasi yang masih berupa tanah menjadi sorotan utama warga. “Kalau hujan tiba, jalanan jadi becek,” tambah Warto.
Ketika dikonfirmasi terkait larangan wartawan masuk ke area alun-alun, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), Pemkot Depok Abdul Rahman, membenarkan tindakan penjaga keamanan dari dinasnya.
“Proyek pembangunan alun-alun belum secara sempurna selesai dan belum diresmikan atau dibuka untuk umum. Makanya kami melarang sementara orang memasuki lokasi tersebut,” kata Abdul Rahman pada tribundepok.com, Rabu malam (29/5/2024).
Abdul Rahman juga meminta maaf atas tindakan anak buahnya yang mungkin kurang berkenan terhadap wartawan. Ia menegaskan bahwa alun-alun tersebut memang belum diresmikan dan belum dibuka untuk umum.
Untuk pembangunan jalan menuju alun-alun yang masih berupa jalan tanah, Abdul Rahman mengarahkan untuk konfirmasi lebih lanjut ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Depok.
“Iya benar, jalan depan alun-alun yang saat ini masih jalan tanah akan dibangun. Silakan dikonfirmasi pada Dinas PUPR,” ujar Abdul Rahman.
Selain itu, Abdul Rahman mengungkapkan bahwa saat ini juga sedang dibangun jembatan yang diperkirakan menelan anggaran sebesar 12,5 miliar rupiah. Anggaran tersebut berbeda dengan total biaya pembangunan alun-alun sebesar 45 miliar rupiah, sehingga jika diakumulasikan, total anggaran untuk proyek alun-alun Depok wilayah barat mencapai 57,5 miliar rupiah. Angka ini belum termasuk anggaran untuk pembangunan jalan menuju alun-alun.
Kontroversi dan berbagai masalah yang melingkupi proyek pembangunan Alun-Alun Depok wilayah barat ini menjadi perhatian publik. Kejelasan status lahan dan kelanjutan proyek ini kini menjadi pertanyaan besar yang membutuhkan transparansi dan solusi segera dari Pemkot Depok.
Tuhari yang akrab disapa Are, Koordinator Komite Pers Kota Depok (KPKD), sangat menyayangkan adanya pelarangan wartawan meliput dan menjalankan tugasnya di area alun-alun. “Ini harus dipahami oleh para OPD Pemkot Depok, yang semestinya memberikan akses seluas-luasnya pada wartawan dalam menjalankan tugasnya mencari berita. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi.”
“Apalagi alun-alun dibangun untuk kepentingan masyarakat dan publik. Dibangunnya menggunakan uang rakyat. Saya berharap jangan menilai negatif pada wartawan, karena dalam menjalankan tugasnya wartawan dilindungi undang-undang pers,” tambah Are.( JW )