tribundepok.com – Kualitas udara di DKI Jakarta kembali menjadi sorotan setelah tercatat sebagai kota dengan udara terburuk ketiga di dunia, menurut pemantauan situs IQAir pada Minggu (13/7/2025) pagi. Indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) Jakarta mencapai angka 175 yang tergolong tidak sehat, dengan konsentrasi partikel halus (PM 2.5) sebagai pencemar utama.
Data tersebut menempatkan Jakarta hanya berada satu tingkat di bawah Lahore, Pakistan (175), dan Kinshasa, Republik Demokratik Kongo (183) yang menempati urutan pertama. Ketiganya masuk kategori kualitas udara yang dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
Menanggapi situasi ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan komitmen untuk memperluas cakupan pemantauan kualitas udara secara real time. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan bahwa Jakarta akan mencontoh kota-kota besar dunia seperti Bangkok dan Paris dalam penyediaan infrastruktur pemantauan udara.
“Bangkok memiliki sekitar 1.000 stasiun pemantau kualitas udara (SPKU), Paris punya 400 SPKU. Jakarta saat ini baru memiliki 111 SPKU, dari sebelumnya hanya lima,” ujarnya.
Asep menambahkan, DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) dalam waktu dekat untuk meningkatkan jangkauan dan akurasi data. Penyediaan data terbuka dianggap penting untuk mempermudah pengambilan keputusan dalam melakukan intervensi terhadap sumber polusi.
“Kita perlu membangun sistem yang memungkinkan intervensi cepat dan terukur, bukan sekadar tindakan sesaat,” ujarnya.
Langkah ini sejalan dengan strategi jangka panjang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menekan emisi dari transportasi, industri, dan pembakaran terbuka. Pemantauan yang menyeluruh diharapkan mampu memberikan gambaran nyata dan terkini mengenai titik-titik pencemaran, sekaligus menjadi dasar kebijakan lingkungan yang berbasis data. (rih san)