tribundepok.com – Walikota Depok mengingatkan berbagai pihak agar jangan mudah diprovokasi terkait isu terjadinya kasus pelecehan guru ngaji pada santrinya yang sempat mengguncang Depok baru- baru ini.
Apalagi jika dikaitkan dengan upaya menggoyang Perda Relegi. Hal itu disampaikannya di hadapan sejumlah ulama di Kecamatan Cimanggis.
“ Ulama harus paham politik, tidak cuma mengajar di pesantren ataupun pengajian, Agar tahu haknya dan tidak mudah dipolitisir. Terkait kasus pelecehan yang terjadi . justru membuka mata kita bahwa Perda Relegi ini diperlukan.
Dengan adanya Perda Relegi, para Pembimbing Rohani diuntungkan bisa memperoleh insentif, ini bukan hanya muslim tetapi juga non mislim. Untuk mendapatkannya , namun ada kriterianya mereka terdata di RT/ RW setempat. Jadi kalau terjadi kasus seperti kemarin lebih mudah terdeteksi,”
Meski demikian khususnya untuk kasus pelecehan yang memakan korban cukup banyak tersebut, Idris mengingatkan agar warga masyarakat juga ikut mengontrol segala sesuatu di lingkungannya dan jangan cepat percaya.
“ Menurut saya orang itu bukan guru ngaji, karena ada banyak keanehan mengajar ngaji bisanya malam hari, pesertanya perempuan, ibu-ibu, di tempat kumuh , Harusnya jangan mudah tergiur pengajian gratis, dipikirkan juga sense of security nya jangan terbawa emosi pengajian gratis. Tidak semua yang gratis itu baik, kita belum tahu juga kualitas ngajinya. Belum lagi orang ini tidak melapor kepindahannya ke RT/RW juga tidak melaporkan kegiatan mengajinya, ” papar idris.
Saya minta RT/RW juga lebih waspada pada warga baru. Pada kasus kemarin, orang yang mengaku guru ngaji tersebut punya catatan hitam, diusiur dari 3 masjid di 3 RW masih di satu Kelurahan. Kalau DKM sampai mengusir jamaahnya, kan pasti ada sesuatu.
Jika kita menyelidiki satu orang itu bukan gibah tapi mengeliminir kasus seperti ini. Kan ada Forom RW, komunikasikan jika ada hal hal mencurigakan,” ujarnya.
Kembali ke Perda Relegi, jika ada pembimbing rohani baik itu ustadz, guru ngaji atau lainnya nggak boleh sombong juga jika mau terdata, jangan mentang mentang ustadz nggak mau datang ke RT/RW untuk didata, imbuh mengingatkan.
“ Satu tahun saya targetkan memberi insentif pada 1000 pembimbing rohani, berarti lima tahun kepemimpinan saya akan ada 5000 orang yang tersangkul mendapat insentif, “ Perda Relegi ini pun tak sekedar mengurusi insentif pembimbing rohani , ada banyak hal lain seperti pembangunan madrasah , jaminan kebebasan beragama, etika berpakaian sesuai ajaran agama, tata kesopanan dan dukungan terhadap aktivitas keagamaan dan lainnya.
Kabar lain yang tak kalah menyegarkan juga disampaikan Idris, ke depan Depok akan memiliki dua Islamic CenterMasjid Raya.
“ Rencananya satu di daerah Pondok Cina , Margonda dan di Jatijajar , Raya Bogor . Desainnya akan dibuat Bp Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Yang satu yang di Jatijajar kajainnya sudah selesai Insya Allah akan diajukan tahun depan dan pembangunannya di 2023. Sementara yang di Pondok Cina masih dalam upaya pemindahan lahan sekolah, “ ujarnya.
Idris – Imam agaknya serius mewujudkan Depok sebagai Kota Relegi, lewat Perda Relegi yang tak hanya mengarah pada satu agama, buktinya lewat Perda itu pembimbing rohani dari berbagai agama juga tersentuh.
Mengupayakan pembangunan madrasah, masjid raya dan sarana rumah ibadah lainnya. Idris tak anti kritik namun ia juga berharap legisilatif sebagai bagian dari pemerintahan juga aktif hadir dalam berbagai kegiatannya.
“ Kalau ada masukan atau keluhan dari masyarakat bisa langsung mengetahuinya dan bersama mencari solusi bukan sebagai bagian yang hanya ikut menyerang pemerintah Kota Depok. Bukankah legislatif juga bagian dari pemerintahan ?! ,” pungkasnya.
Idris berharap mereka mampu menjalankan fungsi control dan pengawasan dengan lebih bijak. (toro)