tribundepok.com – Kritik tajam kembali dilontarkan oleh pengamat politik sekaligus akademisi Rocky Gerung terhadap situasi politik Indonesia saat ini. Dalam sebuah pernyataan keras, Rocky menyebut bahwa kondisi “Indonesia gelap” adalah akibat langsung dari manuver politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menurutnya telah mencederai konstitusi dan merusak tatanan demokrasi.
Pernyataan itu disampaikan Rocky melalui kanal YouTube miliknya pada Kamis, 10 April 2025. Ia tidak segan menyebut Jokowi sebagai pihak utama yang bertanggung jawab atas “kegelapan demokrasi” yang menyelimuti Indonesia saat ini.
“Kita sebut Indonesia gelap karena memang Presiden Jokowi menggelapkan konstitusi,” ucap Rocky dengan nada tegas.
Menurut Rocky, praktik kekuasaan yang dijalankan Jokowi tidak lagi berlandaskan pada etika konstitusional, melainkan sarat akan kepentingan pribadi dan keluarga. Ia menyoroti secara khusus isu suksesi kekuasaan yang disebutnya telah dimanipulasi demi melanggengkan pengaruh politik sang anak menuju 2029.
“Presiden Jokowi menghalangi cahaya konstitusi sehingga Indonesia jadi gelap. Semua dilakukan agar kasak-kusuk politik, atau yang disebut ‘cawe-cawe’, berhasil menggolkan proyek anaknya di 2029,” tegasnya.
Kritik yang Berakar dari Analisis, Bukan Kebencian
Rocky menampik bahwa kritiknya terhadap Jokowi dilandasi dendam atau kepentingan pribadi. Ia menyatakan bahwa semua pernyataannya berasal dari analisis rasional terhadap dinamika ekonomi-politik nasional. Ia pun menegaskan, demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi yang kuat dan jujur, bukan pertarungan opini yang dikendalikan oleh buzzer atau survei pesanan.
“Kalau kebijakan publik hanya dikendalikan oleh buzzer dan lembaga survei yang tak independen, maka arah bangsa akan kacau. Di situ peran oposisi menjadi penting, sebagai penyeimbang dan pengingat,” tuturnya.
Rocky juga menyampaikan pentingnya perdebatan ide sebagai bagian dari proses demokrasi. Baginya, oposisi yang sehat harus menyampaikan argumen tajam dan rasional, bukan sekadar menjadi pengganggu atau penghibur politik.
“Kejujuran oposisi adalah bertengkar secara argumentatif. Dan itu yang terus saya promosikan,” ujar dosen filsafat yang pernah mengajar di Universitas Indonesia itu.
Apresiasi untuk Prabowo
Meski kritiknya terhadap Jokowi terbilang keras, Rocky menunjukkan sikap berbeda terhadap Presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia menyambut baik langkah Prabowo yang mulai membuka ruang dialog dengan para tokoh kritis dan oposisi. Menurutnya, sikap ini menunjukkan kematangan politik dan kesadaran akan pentingnya mendengar berbagai pandangan, bahkan yang berseberangan sekalipun.
Rocky menyebut Prabowo sebagai pemimpin yang memiliki peluang untuk membebaskan Indonesia dari jebakan masa lalu—termasuk praktik-praktik kekuasaan yang koruptif dan manipulatif. Namun, ia juga mengingatkan bahwa langkah menuju perbaikan demokrasi harus dimulai dengan komitmen terhadap konstitusi dan penghormatan terhadap suara publik.
Demokrasi di Ujung Tanduk?
Pernyataan Rocky mencuat di tengah situasi politik nasional yang penuh sorotan. Pasca Pilpres 2024, narasi soal oligarki, konflik kepentingan, hingga penurunan kualitas demokrasi menjadi perbincangan luas. Kritik terhadap dominasi politik dinasti dan peran sentral Jokowi dalam proses suksesi terus bergema dari berbagai kalangan.
Apakah “Indonesia gelap” hanya metafora dari kekesalan oposisi? Atau memang pertanda nyata dari demokrasi yang perlahan kehilangan arah? Pertanyaan itu kini menjadi refleksi penting bagi rakyat Indonesia yang terus berharap akan hadirnya kepemimpinan yang adil, transparan, dan benar-benar berpihak pada konstitusi.***
Editor : Joko Warihnyo