tribundepok.com – Usulan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun penjara di pulau terpencil yang dapat menampung para narapidana, terutama koruptor, mendapat sambutan positif dari Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya. Menurutnya, rencana ini bisa menjadi solusi cerdas untuk mengatasi masalah overkapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) yang saat ini sedang terjadi di Indonesia.
Willy Aditya mengungkapkan bahwa 525 lokasi lapas dan rutan yang tersebar di 33 kantor wilayah (kanwil) pemasyarakatan seluruh Indonesia kini mengalami overkapasitas yang mencapai lebih dari 100 persen.
Dengan kondisi tersebut, menurutnya, ide Presiden Prabowo tentang pembangunan penjara di pulau terpencil perlu dipertimbangkan secara serius, tidak hanya sebagai cara untuk menghukum koruptor, tetapi juga sebagai langkah untuk memperbaiki sistem pemasyarakatan secara keseluruhan.
“Keberadaan lapas yang penuh sesak ini memang memerlukan solusi. Dari 17.000 pulau yang ada di Indonesia, mungkin saja ada beberapa yang bisa dimanfaatkan untuk membangun lapas baru yang lebih manusiawi dan dapat memberikan dampak positif dalam sistem pemasyarakatan,” kata Willy dalam keterangan pers di Jakarta, dikutip Rabu (19/03/25).
Sebagai anggota Komisi XIII yang membidangi masalah hak asasi manusia, keimigrasian, pemasyarakatan, dan penanggulangan terorisme, Willy menyambut baik ide Presiden sebagai langkah untuk mengelola lembaga pemasyarakatan secara lebih efisien dan efektif.
Ia juga mengungkapkan bahwa dengan pembangunan lapas baru, tidak hanya akan mengurangi kepadatan yang ada saat ini, tetapi juga memberikan kesempatan bagi narapidana untuk menjalani hukuman dengan kondisi yang lebih baik, meski berada di pulau terpencil.
“Wacana ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai hukuman, terutama bagi para koruptor. Tetapi, ini juga bisa menjadi bagian dari upaya mengubah sistem pemasyarakatan di Indonesia agar lebih manusiawi,” tambah Willy.
Dalam pandangannya, pulau-pulau kecil di Indonesia, misalnya yang ada di Aceh atau Sumatera Utara, dapat menjadi lokasi yang tepat untuk membangun fasilitas pemasyarakatan baru. Di Aceh sendiri terdapat sekitar 363 pulau kecil, sementara di Sumatera Utara terdapat 229 pulau yang dapat dimanfaatkan.
Sementara itu, untuk wilayah Pulau Jawa, Willy menilai Lampung atau Nusa Tenggara Barat bisa menjadi lokasi yang tepat untuk pembangunan lapas baru.
Namun, Willy menekankan bahwa prinsip dasar pemasyarakatan harus tetap mengutamakan pembinaan narapidana agar mereka dapat kembali berintegrasi dengan masyarakat setelah menjalani hukuman.
“Mengucilkan mereka ke pulau terpencil tentu akan membatasi kebebasan fisik, namun yang lebih penting adalah mengurangi kerentanannya dalam hal kemanusiaan. Program-program pembinaan tetap harus ada,” jelasnya.
Willy juga mengingatkan bahwa kebijakan ini tidak boleh menjadi bentuk hukuman tambahan yang tidak tercantum dalam putusan pengadilan. Oleh karena itu, ia meminta kementerian teknis untuk segera melakukan kajian komprehensif mengenai rencana ini.
“Karena ide ini berasal dari Pak Presiden, semestinya kementerian terkait segera melakukan kajian yang matang untuk menindaklanjuti rencana ini,” ujar Willy.
Dengan adanya kajian komprehensif dari kementerian teknis, diharapkan rencana ini dapat terwujud dengan memperhatikan aspek kemanusiaan dan tujuan pembinaan yang tepat, serta menjadi solusi dalam mengatasi masalah overkapasitas yang selama ini membebani sistem pemasyarakatan di Indonesia.***
Editor : Joko Warihnyo