spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaHukum & KriminalPerdata Mau Disulap ke Pidana Kasus Yusra Amir Diduga...

Perdata Mau Disulap ke Pidana Kasus Yusra Amir Diduga Ada Skenario Jahat

tribundepok com – Persidangan pembacaan duplik penasehat hukum Yusra Amir berlangsung di Pengadilan Negeri Depok.Senin, 24 Juni 2024. Dalam sidang ,penasihat hukum terdakwa, Mathilda SH, mengajukan argumentasi bahwa kasus yang melibatkan Yusra Amir seharusnya ditangani dalam ranah perdata, bukan pidana.

Mathilda menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari perjanjian jual beli antara saksi korban dan terdakwa. Karena Yusra Amir tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian tersebut, ia berpendapat bahwa perkara ini termasuk dalam lingkup perdata dan bukan pidana. Oleh karena itu, Mathilda meminta agar Yusra Amir dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

“Seharusnya penuntut umum menghadirkan istri dari almarhum Mulya Wibawa, Oktavia Safitri, di persidangan agar semua segi cerita terungkap, kecuali jika ada fakta yang disembunyikan oleh penuntut umum,” ujar Mathilda kepada wartawan usai sidang dikantor PN Depok, Senin malam ( 24/6)

Mathilda menekankan bahwa Oktavia Safitri seharusnya diperiksa di persidangan untuk mengungkap cerita tentang penerimaan uang Rp 2 miliar yang dikatakan dikumpulkan oleh teman-teman suaminya, termasuk Daud Kornelis Kamaruddin. Ketidakhadiran Oktavia Safitri dalam persidangan menjadi perhatian penting bagi majelis hakim karena fakta-fakta dalam berkas perkara yang diserahkan penuntut umum menjadi tidak lengkap.

Lebih lanjut, Mathilda mengkritisi penulisan penuntut umum pada halaman 59 No.15 surat tuntutan, yang menyebut adanya kwitansi setor koperasi ke Yusra Amir senilai Rp 1 miliar untuk tanah 1,2 hektar pada 31 Mei 2019. Menurutnya, penulisan tersebut tidak lengkap dan memanipulasi fakta yang sebenarnya.

Mathilda menegaskan bahwa ada skenario jahat dalam perkara ini untuk menjerat Yusra Amir tanpa bukti kuat. Ia menunjukkan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) No. 7 sebenarnya dibuat dan ditandatangani pada 31 Mei 2019, sesuai dengan keterangan saksi Priyanto dan bukti-bukti lainnya. Namun, fakta ini seakan-akan diubah menjadi 25 Oktober 2019.

“Jika benar transaksi tersebut dilakukan pada 25 Oktober 2019, hal ini akan terlihat dalam pengecekan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN), namun tidak ada pengecekan pada tanggal tersebut,” jelas Mathilda.

Dalam pembacanya Dupliknya Mathilda meminta majelis hakim untuk mengesampingkan tuntutan dan replik penuntut umum. Ia memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa Yusra Amir tidak terbukti bersalah melakukan pidana penipuan sebagaimana didakwakan dalam Pasal 378 KUHP, dan membebaskannya dari seluruh dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum.

“Kami memohon kepada majelis hakim yang mulia agar menjatuhkan putusan pertama yang menyatakan terdakwa Yusra Amir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana penipuan. Kedua, memulihkan hak, harkat, dan martabat terdakwa Yusra Amir, memerintahkan pelepasan terdakwa dari tahanan rumah, serta menyerahkan barang bukti kepada yang berhak dan membebankan biaya perkara kepada negara,” pungkas Mathilda.

Sidang pembacaan duplik ini diketuai oleh Majelis Hakim Ultry Meilizayeni dengan anggota Zainul Hakim Zainuddin dan Andry Eswindi. Sidang lanjutan dengan agenda putusan akhir dijadwalkan pada 1 Juli 2024.( Joko Warihnyo )

tribun depok
tribun depokhttp://tribundepok.com
tribundepok.com - faktual update
error: tribundepok.com