tribundepok com– Pemerintah Kota Depok secara resmi melarang para pelajar membawa sepeda motor ke sekolah. Kebijakan ini bukan hanya sebatas larangan, tetapi juga bentuk penegasan dari arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam rangka menjaga keselamatan pelajar dan menegakkan aturan usia minimal dalam berkendara.
Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan tersebut dalam acara penyerahan hibah bus sekolah yang digelar di Balai Kota Depok Senin (14/4/2025). Menurutnya, larangan ini sangat relevan mengingat banyak pelajar, terutama di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan belum cukup umur untuk berkendara di jalan raya.
“Keselamatan anak-anak kita adalah prioritas. Ini juga bentuk edukasi soal kepatuhan terhadap hukum sejak dini,” ujar Chandra di hadapan awak media.
Namun, kebijakan tersebut juga menimbulkan pertanyaan baru: bagaimana solusi transportasi bagi siswa jika mereka tidak lagi boleh membawa sepeda motor?
Ketua Aliansi LSM Pendidikan, Mulyadi Pranowo, menilai bahwa kebijakan ini tepat, tetapi harus dibarengi dengan solusi konkret. Ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menyediakan alternatif transportasi, seperti pengadaan bus sekolah atau mendorong budaya bersepeda seperti zaman dahulu.
“Saya setuju larangan ini diterapkan, karena memang anak usia SD sampai SMP belum punya SIM. Tapi jangan hanya melarang, harus ada solusi. Apakah pemerintah mau kembali membudayakan anak-anak bersepeda, atau menyediakan bus sekolah secara merata?” ungkap Mulyadi.
Lebih lanjut, ia menyoroti tantangan dalam pengoperasian bus sekolah di sejumlah wilayah di Depok. Menurutnya, masih banyak sekolah yang terletak jauh dari jalan utama, bahkan harus melalui gang-gang sempit. Hal ini menjadi kendala tersendiri dalam mendistribusikan layanan bus sekolah berukuran besar.
“Kalau bus 3/4 masih memungkinkan, tapi kalau bus besar akan sulit menjangkau sekolah yang masuk gang, seperti SMP 16 di Tapos atau SMP 6 di Cilodong. Infrastruktur harus diperbaiki dulu. Itu harus jadi pertimbangan serius,” jelasnya.
Ia juga mencontohkan gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai cepat dan tanggap dalam menyelesaikan masalah. “Kalau Pak Dedi itu kerja nyata. Misalnya soal banjir, dia langsung turun tangan dan angkat sampah. Jadi saya percaya, soal transportasi pelajar ini juga bisa selesai jika ditangani secara serius.”
Tak hanya itu, Mulyadi juga mengangkat isu lain yang berkaitan dengan pendidikan, yakni penahanan ijazah oleh sekolah swasta karena tunggakan pembayaran. Menurutnya, jika pemerintah ingin benar-benar mendukung pendidikan tanpa diskriminasi, maka harus ada kompensasi dana dari APBD untuk sekolah swasta, terutama yang kecil dan kekurangan dana operasional.
“Sekolah swasta yang besar tidak masalah, tapi yang kecil itu berat kalau tidak ada bantuan. Saya harap Pemprov bisa menganggarkan dari APBD agar semua siswa bisa menerima haknya tanpa hambatan,” tutup Mulyadi.
Kini, tantangan berada di tangan Pemerintah Kota Depok dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat: tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga menghadirkan solusi transportasi yang aman, layak, dan merata untuk seluruh pelajar. Satu hal yang pasti, keselamatan siswa adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. ( hisan )
Editor : Joko Warihnyo