tribundepok.com – Sejumlah civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menghadapi kritik keras setelah memberikan sorotan terhadap sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Pemilu 2024. Kontroversi muncul setelah Jokowi menyatakan bahwa seorang presiden dapat memihak dan terlibat dalam kampanye pemilu.
Akan tetapi, kritik tersebut mendapat reaksi balik dari pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar. Baginya, aksi para akademisi terlambat dan cenderung sia-sia.
“Tindakan ini terlambat. Mengapa gerakan ini tidak muncul saat tahap pendaftaran dan penetapan calon presiden? Mereka muncul belakangan, seolah-olah mendukung calon tertentu yang semakin kuat,” ujar Bagindo Togar seperti dilansir Kantor Berita RMOLSumsel pada Senin (5/2/2024)
Bagindo meragukan tujuan sejati dari gerakan para akademisi ini. Dia menduga adanya motif politik atau dukungan tertentu terhadap salah satu pasangan calon.
“Kenapa gerakan ini muncul sekarang dengan dalih konstitusi dan demokrasi? Kenapa sekarang? Untuk siapa gerakan ini? Para akademisi seharusnya terlibat dalam analisis politik, bukan praktik politik,” tandasnya.
Menurutnya, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan keputusan bahwa seorang calon presiden dapat berumur 40 tahun, tak ada reaksi dari kalangan akademisi.
Bagindo menegaskan bahwa kritik baru muncul ketika salah satu pasangan calon semakin populer, yang memicu pertanyaan tentang motif sebenarnya dari gerakan para akademisi.
“Kenapa baru bereaksi ketika salah satu paslon semakin kuat? Ini yang membuat kami bertanya-tanya,” tambahnya.
Polemik ini menambah kompleksitas diskusi terkait keberlangsungan Pemilu 2024, di mana peran akademisi dan sikap pemerintah menjadi sorotan utama dalam upaya memastikan proses demokratis yang transparan dan adil.*
