tribundepok.com – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhaimin Iskandar, akhirnya buka suara menanggapi kontroversi wacana kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang berencana menjadikan program vasektomi atau keluarga berencana (KB) pria sebagai syarat wajib dalam penyaluran bantuan sosial (bansos).
Dengan tegas, pria yang akrab disapa Cak Imin itu menyatakan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk membuat aturan sepihak yang dapat mempengaruhi hak masyarakat dalam menerima bantuan negara.
“Aturan enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” ujar Cak Imin saat ditemui awak media di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/5/2025).
Muhaimin menegaskan bahwa dalam regulasi nasional yang mengatur penyaluran bantuan sosial, tidak pernah tercantum persyaratan keikutsertaan program KB, apalagi yang secara spesifik mewajibkan pria menjalani vasektomi.
“Enggak ada, enggak ada. Enggak ada syarat itu (vasektomi),” tegasnya sekali lagi, menampik keras wacana yang sempat mencuat dari Jawa Barat itu.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi menyampaikan gagasannya untuk mengintegrasikan seluruh bentuk bantuan pemerintah provinsi seperti beasiswa, bantuan kesehatan, hingga bantuan perumahan dengan data peserta KB. Yang cukup mengejutkan, Dedi bahkan menyebut bahwa yang akan diprioritaskan adalah peserta KB pria, alias vasektomi.
Wacana itu pertama kali diungkap Dedi dalam sebuah pernyataan di Bandung pada Senin (28/4/2025). Menurutnya, langkah ini diambil agar alokasi bantuan sosial menjadi lebih merata dan tidak hanya menguntungkan satu pihak atau keluarga tertentu secara terus-menerus.
“Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan nontunai keluarga dia. Nanti uang negara mikul di satu keluarga,” kata Dedi.
Ia menambahkan, ke depan, data penerima bantuan akan dikaitkan langsung dengan data kependudukan, khususnya yang menunjukkan partisipasi dalam program KB. Jika belum menjadi peserta KB, warga disarankan terlebih dahulu mengikuti program tersebut sebelum menerima bantuan. Yang lebih spesifik, Dedi menyatakan bahwa KB yang dimaksud adalah KB pria.
“KB-nya harus KB laki-laki. KB pria. Ini serius,” tegasnya.
Wacana ini sontak memicu beragam tanggapan dari masyarakat dan para pemangku kepentingan. Banyak yang mengapresiasi niat Gubernur Dedi untuk menertibkan data penerima bantuan dan mendorong partisipasi program keluarga berencana. Namun di sisi lain, sejumlah kalangan menyebut gagasan tersebut berpotensi melanggar hak asasi dan menciptakan diskriminasi dalam akses terhadap bantuan negara.
Dengan pernyataan Cak Imin yang menolak rencana tersebut, posisi pemerintah pusat menjadi semakin jelas, bahwa setiap kebijakan yang menyangkut hak dasar masyarakat, seperti bansos, harus tunduk pada regulasi nasional dan prinsip keadilan sosial.
Pernyataan Menko PMK itu sekaligus menjadi peringatan bagi kepala daerah agar tidak melangkahi kewenangan yang diatur undang-undang, terutama dalam isu-isu sensitif yang berkaitan dengan tubuh, kesehatan, dan hak menerima jaminan sosial dari negara.***
Editor : Joko Warihnyo