tribundepok.com – Sosok Sandi Butar Butar, seorang anggota Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkar) Cimanggis, Depok, mendadak menjadi pusat perhatian publik. Bukan karena aksi heroiknya dalam bertugas, melainkan karena kisah dramatis pemutusan kontrak kerja yang menimpa dirinya. Setelah hampir satu dekade mengabdi, ia harus menerima kenyataan pahit, kontraknya tidak diperpanjang oleh Pemerintah Kota Depok.
Namun, peristiwa ini tidak berhenti pada sekadar pemutusan kontrak. Sandi, yang kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil, justru membuka tudingan serius yang mengarah pada dugaan korupsi di tubuh Dinas Damkar Depok. Drama ini memicu kegaduhan dan menyisakan banyak tanda tanya di benak publik.
Video yang beredar luas di media sosial menampilkan momen emosional Sandi saat meninggalkan markas Damkar. Dengan seragam dinas yang masih melekat, ia dihentikan oleh rekan-rekannya yang tampak berat melepasnya. Sandi kemudian menunjukkan surat pemutusan kontrak yang diterimanya, ditandatangani oleh PLT Kepala Bidang Pengendalian Operasional Kebakaran dan Penyelamatan, Tesy Haryati.
Isi surat tersebut berbunyi:
“Kami mengucapkan banyak terima kasih, atas usaha dan dedikasi yang telah saudara berikan kepada dinas pemadam kebakaran dan penyelamatan Kota Depok.”
Namun, bagi Sandi, penghargaan ini terasa tidak sebanding dengan pengorbanan yang telah ia lakukan selama hampir 10 tahun. Ia merasa keputusan pemutusan kontrak itu tidak memiliki dasar yang jelas.
“Ini saya dikeluarin. Putus kontrak. Saya enggak tahu alasannya apa. Hampir 10 tahun saya sudah di sini,” ucapnya dengan nada kecewa.
Tak berhenti di situ, Sandi membawa protesnya ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam momen dramatis, ia membentangkan poster berisi keluhannya dan meminta perhatian langsung Presiden Prabowo Subianto. Di hadapan kamera, ia mengakui pernah menerima uang suap, tetapi mengklaim bahwa uang tersebut ia salurkan untuk tujuan amal.
“Kepada Bapak Prabowo, tolong saya, Pak. Saya jujur, tangkap saya dan orang yang menyuap saya. Saya akui, saya menerima uang suap, tetapi saya memberikan uang suap tersebut ke panti asuhan dan tempat ibadah juga anggota lainnya,” serunya lantang.
Selain memohon keadilan atas pemutusan kontraknya, Sandi membuat pengakuan yang mengejutkan. Ia menuding adanya praktik korupsi di tubuh Dinas Damkar Depok, khususnya selama masa pandemi Covid-19.
“Waktu pandemi Covid pertama, Damkar Depok menjadi gugus utama dan memegang anggaran. Saya tahu uangnya digunakan untuk apa saja,” ujarnya tegas.
Menurut Sandi, dana besar yang seharusnya digunakan untuk penanganan pandemi justru disalahgunakan. Ia bahkan mengaku mengetahui detail barang-barang yang dibelanjakan menggunakan anggaran tersebut. Meski ia mengakui kesalahannya karena menerima uang suap, ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengambil hak rakyat kecil.
“Saya akui saya bejat, saya bajingan, tapi saya tidak mau makan hak orang dan ambil duit rakyat kecil,” ungkapnya dengan nada emosional.
Hingga berita ini dirilis, Pemerintah Kota Depok dan Dinas Damkar belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan serius yang dilontarkan Sandi. Diamnya pihak terkait semakin memperkeruh suasana, sementara publik menunggu kejelasan atas dugaan korupsi dan perlakuan terhadap pekerja kontrak.
Apakah suara lantang Sandi akan menjadi awal dari pengungkapan kebenaran yang lebih besar? Atau, sebaliknya, tenggelam tanpa bekas? Publik Depok kini menanti langkah konkret dari Pemerintah Kota untuk memberikan jawaban atas kegaduhan ini.
Catatan Redaksi:
Untuk pihak terkait yang ingin memberikan klarifikasi atau tanggapan atas berita ini, silakan menghubungi tim redaksi. Transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik.
Pempimpin Redaksi
Joko Warihnyo