tribundepok.com – Puluhan pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Makanan Minuman Pariwisata Restoran Hotel dan Tembakau (FSB Kamiparho) terus menunjukkan keteguhan mereka. Memasuki hari kelima aksi mogok kerja, para buruh Hotel Bumi Wiyata Depok kembali turun ke jalan, menyuarakan tuntutan yang belum juga direspons oleh manajemen hotel.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan hotel tersebut menjadi simbol kegigihan buruh dalam memperjuangkan hak-hak normatif mereka, khususnya soal gaji bulan Maret dan April yang belum dibayarkan, serta Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2025 yang tak kunjung diberikan.
“Tanpa pekerja, perusahaan tidak akan berjalan. Kami adalah aset yang seharusnya dijaga, bukan diabaikan,” seru Ketua FSB Kamiparho Hotel Bumi Wiyata, M. Soleh, dalam orasinya penuh semangat, Jumat (9/5/2025).
Lebih dari sekadar gaji dan THR, persoalan lainnya turut menambah bara dalam perjuangan buruh kali ini. Salah satunya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dialami Saiful Bahri Yusuf, salah satu pengurus serikat pekerja. Menurut Soleh, PHK itu melanggar ketentuan hukum ketenagakerjaan, terutama Pasal 91A Ayat 3 Undang-Undang Cipta Kerja, yang mewajibkan adanya mediasi sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan.
“Manajemen seakan menutup mata terhadap proses hukum dan dialog. Mereka abaikan upaya mediasi yang difasilitasi oleh Kapolsek Beji dan Dinas Tenaga Kerja Kota Depok,” jelas Soleh.
Upaya mediasi yang telah dilakukan sejauh ini belum menemukan titik temu. Manajemen hotel dinilai bersikukuh mempertahankan keputusan mereka, tanpa mempertimbangkan keberlangsungan hidup para pekerja yang menggantungkan nafkah dari pekerjaan tersebut.
Aksi ini pun berlangsung damai namun penuh tekanan emosional. Suara yel-yel, spanduk bertuliskan “Bayarkan Hak Kami!” hingga doa bersama mewarnai aksi di bawah terik matahari. Wajah-wajah lelah namun tegar menjadi potret nyata perjuangan kaum buruh yang merasa ditinggalkan oleh sistem.
Soleh menyatakan bahwa pihaknya kini tidak hanya menaruh harapan kepada manajemen, tetapi juga meminta perhatian dari Pemerintah Kota Depok, Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, hingga Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk ikut turun tangan menyelesaikan konflik yang berkepanjangan ini.
“Kami tidak ingin terus berdemo. Kami hanya ingin hak kami diberikan sebagaimana mestinya. Ini bukan pemberontakan, ini adalah perlawanan terhadap ketidakadilan,” tegasnya.
Di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat, para buruh menegaskan bahwa aksi akan terus dilakukan hingga hak-hak mereka dipenuhi. Mereka berharap keadilan bisa ditegakkan tanpa harus mengorbankan kehidupan keluarga yang menggantungkan harapan pada setiap lembar upah yang seharusnya mereka terima.***
Editor : Dian