tribundepok.com – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menyuarakan urgensi dilakukannya audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran pendidikan yang dikelola oleh berbagai kementerian dan lembaga di luar Kemendikbudristek. Seruan ini muncul setelah Badan Anggaran DPR menemukan bahwa sebanyak Rp 111 triliun anggaran pendidikan dari APBN 2023 tidak terserap, menimbulkan kekhawatiran terkait efektivitas alokasi anggaran tersebut.
Dalam keterangannya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (30/2/2024), Dede Yusuf menegaskan bahwa meskipun anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN adalah sebuah pencapaian penting, kenyataannya sebagian besar anggaran tersebut tidak langsung dikelola oleh Kemendikbudristek. Justru, porsi terbesar dialokasikan melalui mekanisme Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 346,56 triliun atau 52,1 persen, dan juga ke berbagai kementerian atau lembaga yang tidak berada di bawah naungan Kemendikbudristek.
“Sebagian besar anggaran pendidikan tidak dikelola langsung oleh Kemendikbudristek, dan ini yang menjadi kekhawatiran kami. Kami sudah meminta agar Kemendikbudristek melakukan koordinasi audit bersama dengan kementerian terkait seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri,” tegas Dede dalam pernyataannya yang dirilis Senin (2/9/2024).
Berdasarkan data yang dihimpun, dari total anggaran pendidikan tahun 2023 yang sebesar Rp 621,28 triliun, hanya Rp 513,38 triliun yang terealisasi. Selain melalui TKD, anggaran pendidikan juga disalurkan melalui Pembiayaan termasuk Dana Abadi Pendidikan sebesar Rp 15 triliun di bawah wewenang Kementerian Agama, serta Rp 47,31 triliun yang tersebar ke beberapa kementerian dan lembaga lainnya.
Dede Yusuf mengungkapkan keprihatinannya terkait besarnya anggaran yang tidak terserap, terutama saat melihat kenyataan bahwa layanan pendidikan di berbagai daerah masih jauh dari kata memadai. Ia menyoroti adanya kesenjangan akses pendidikan serta ketimpangan kesejahteraan bagi guru dan tenaga pendidik, yang berakibat pada kualitas pendidikan yang masih rendah di berbagai daerah.
“Meskipun anggaran besar, layanan pendidikan masih minim, akses pendidikan tidak merata, dan kesejahteraan guru juga belum memadai. Inilah yang mendorong kami di Komisi X DPR membentuk Panja Pembiayaan Pendidikan,” jelasnya.
Melalui Panja Pembiayaan Pendidikan ini, Dede berupaya mendorong reformulasi kebijakan anggaran pendidikan di Indonesia agar lebih efektif dan efisien. Menurutnya, audit bersama yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait sangat penting untuk memastikan bahwa anggaran yang sudah dialokasikan benar-benar mampu menciptakan pendidikan yang layak, terjangkau, dan berkeadilan di seluruh Indonesia.
“Panja Pembiayaan Pendidikan akan berusaha membuat rekomendasi-rekomendasi untuk pemerintah agar kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bisa lebih efektif dan efisien. Maka dari itu, Kemendikbudristek tidak bisa bekerja sendiri, kita akan dorong agar koordinasi antar kementerian diperkuat, terutama dengan Kementerian Keuangan, Bappenas, dan kementerian lembaga lainnya yang turut mengelola anggaran fungsi pendidikan,” tutup Dede.
Dengan adanya audit ini, diharapkan pemerintah dapat mengidentifikasi dan menutup celah yang selama ini menghambat penyerapan anggaran pendidikan, serta memperbaiki mekanisme pengelolaan anggaran agar benar-benar berdampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan di seluruh penjuru negeri.*