
tribundepok – Operasi Gabungan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI) bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengungkap temuan senyawa kimia perusak ginjal, Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) yang diduga dipalsukan dalam drum beridentitas Propilen Glikol (PG) dalam penggerebegan di kebun pisang kawasan Tapos, Depok, Jawa Barat.
Dalam operasi tersebut, 59 drum berisi senyawa kimia berbahaya di temukan di dua gudang semi permanen di Jalan Damai RT 02/ RW 13, Kelurahan Tapos, Kecamatan Tapos, Depok.
Drum dengan berkapasitas sekitar 200 liter itu, tersimpan di dalam gudang berukuran 3×4 meter persegi di sekitar kebun pisang yang tertutup beton pada lahan fasos fasum, sedangkan selebihnya di simpan di gudang lain dari area gudang pertama.
“BPOM mengambil sampel bahan kimia untuk diuji laboratorium, hasilnya menunjukkan 12 sampel dengan identitas PG terdeteksi mengandung EG dan DEG yang sangat jauh dari persyaratan,” ujar Penny K. Lukito Kepala BPOM RI dalam konferensi pers di Tapos, Depok, Rabu (09/11/2022).
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPOM RI bersama Bareskrim Mabes Polri, diketahui senyawa EG/DEG yang kini dikaitkan dengan kejadian gangguan ginjal akut di Indonesia, dimiliki oleh CV Samudera Chemical selaku distributor bahan baku obat tersebut.
Ahmad, warga yang tinggal tak jauh dari lokasi gudang mengungkapkan keberadaan gudang tersebut sudah ada sejak sekitar dua tahun yang lalu.
“Sudah lumayan lama, dua tahunan lah gudang itu ada. Waktu awal awal musim covid” ujar Ahmad kepada tribundepok, Rabu (09/11/2022)
Dalam konferensi pers tersebut, turut di pamerkan barang bukti yang ada. Pada kemasan bagian luar drum berwarna putih tertempel stiker identitas bertuliskan Propylene Glycol berikut logo perusahaan farmasi bahan baku obat multinasional, The Dow Chemical.
EG/DEG merupakan senyawa yang strukturnya sederhana, tapi memiliki tingkat toksisitas yang tinggi. Hal itu telah diatur dalam European Food Safety Agency (EFSA) maupun Food and Drug Administration (FDA) dan telah dimasukkan daftar toxic substances sehingga terlarang penggunaannya di Indonesia.
Sementara PG diizinkan penggunaannya sebagai zat pelarut dan pembawa zat-zat yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air.
“Harusnya ambang batas cemaran EG/DEG itu 0,1 persen. Tapi sembilan sampel drum terdeteksi kadarnya sampai 52 persen dan ada yang sampai 99 persen. Artinya, hampir 100 persen adalah kandungan EG/DEG, jadi bukan lagi PG,” ujar Penny
Lebih lanjut Penny menjelaskan, temuan itu diduga kuat merupakan bentuk pemalsuan produk bahan baku obat karena pada label mencantumkan PG, padahal isi di dalamnya EG.
Dugaan kuat pemalsuan juga tampak dari tulisan The Dow Chemical yang berbeda abjad M pada label. Sebab sejumlah drum ditemukan menggunakan huruf M ganda pada tulisan Chemical
“EG ini adalah zat pencemar yang menimbulkan suspek gagal ginjal hingga kematian karena konsentrasi yang begitu tinggi,” katanya.
Penny mengatakan jalur distribusi bahan pelarut dari CV Samudra Chamical didatangkan dari CV Anugrah Perdana Gemilang yang juga pemasok utama dari CV Budiartha.
Kedua perusahaan distributor itu memasok produk mereka ke industri farmasi PT Yarindo Farmatama yang sebelumnya terbukti menggunakan cemaran EG dan DEG.
Kasus tersebut saat ini masih dalam proses pengembangan Bareskrim Polri untuk menelisik lebih jauh unsur pidana dalam penyalahgunaan bahan baku obat.
BPOM sebelumnya telah mencabut Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan izin edar dari tiga perusahaan farmasi swasta di Indonesia sebab terbukti menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.
Ketiga perusahaan yang menerima sanksi administrasi itu, PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma. Ketiga perusahaan farmasi itu terkait dengan temuan obat sirop yang menggunakan bahan baku pelarut PG dan produk jadi mengandung EG yang melebihi ambang batas aman.(dk/dbs)