TribunDepok.com – Suasana lengang menyelimuti Hotel Bumi Wiyata, Depok, yang biasanya dipenuhi lalu-lalang tamu dan aktivitas pelayanan. Sejak Senin pagi, 5 Mei 2025, ratusan pegawai hotel tersebut memilih menghentikan seluruh kegiatan operasional. Aksi mogok kerja massal ini bukan sekadar bentuk protes biasa, tetapi puncak dari akumulasi kekecewaan terhadap manajemen hotel yang dinilai abai terhadap hak-hak dasar karyawan.
Tak tanggung-tanggung, para pegawai mengungkapkan bahwa gaji mereka telah tertunggak selama dua bulan penuh, yakni sejak Maret dan April 2025. Parahnya lagi, Tunjangan Hari Raya (THR) yang seharusnya menjadi hak menjelang Lebaran pun belum cair hingga kini, padahal Idulfitri telah lama berlalu.
Aksi mogok ini dijadwalkan berlangsung selama sepekan, dari tanggal 5 hingga 11 Mei 2025. Selama periode ini, para pegawai tetap datang ke hotel hanya untuk mengisi absen, namun tidak melakukan tugas atau pelayanan apa pun. Mereka berharap aksi ini membuka mata manajemen akan urgensi penyelesaian konflik.
“Sejak Februari, gaji kami tidak lagi dibayarkan penuh. Sistemnya dicicil, bahkan kadang tidak jelas jadwalnya. Untuk Maret dan April kami belum terima sepeser pun. THR juga belum dibayarkan,” ujar M. Soleh, Ketua Serikat FSB Kamiparho Hotel Bumi Wiyata, dalam keterangannya kepada media, Senin (5/5/2025).
Soleh mengakui bahwa pihak hotel tengah menghadapi masa sulit secara finansial. Ia menyebut bahwa efisiensi anggaran pemerintah pusat membuat sejumlah agenda pemerintahan yang biasa diselenggarakan di hotel kini dipindahkan ke tempat lain.
Kondisi ini diperparah dengan terpampangnya papan pengumuman tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di gerbang hotel. Papan tersebut dinilai membuat calon penyewa dan tamu terutama dari kalangan instansi ragu untuk menggunakan layanan Hotel Bumi Wiyata.
“Kegiatan Pemkot yang biasanya rutin digelar di Hotel BW sekarang tak ada lagi. Pengumuman PBB itu seperti alarm negatif yang memperburuk kepercayaan publik. Akibatnya, revenue turun drastis,” lanjut Soleh.
Menurut Serikat Pekerja, dua kali pertemuan bipartit yang dilakukan bersama manajemen tidak membuahkan hasil. Karena itu, mereka mendesak agar Dinas Tenaga Kerja Kota Depok turun tangan memediasi melalui jalur tripartit.
“Laporan rencana mogok ini sudah kami sampaikan sejak seminggu lalu, tapi belum ada tindak lanjut konkret dari Disnaker. Jika terus dibiarkan, kami akan tempuh langkah hukum,” tegas Soleh.
Selain mogok kerja, rencana aksi unjuk rasa juga sudah disiapkan. Jika dalam dua hari pertama belum ada solusi konkret, para pegawai akan menggelar demo pada 7 hingga 11 Mei 2025. Namun, jika hak-hak mereka segera dipenuhi, rencana tersebut akan dibatalkan.
Menanggapi situasi ini, Humas Hotel Bumi Wiyata, Evi Wulandari, tidak menampik adanya persoalan keuangan yang membelit hotel. Ia menyebut larangan penyelenggaraan acara wisuda sekolah dan menurunnya jumlah event turut menyumbang kemerosotan pendapatan.
“Memang ada ketegangan antara manajemen dan serikat. Tapi kami berharap mogok ini bisa jadi momentum untuk mencari titik temu,” ujar Evi.
Ia juga membenarkan bahwa pembayaran gaji dilakukan secara bertahap, yakni pada tanggal 27, 28, dan 29 setiap bulannya, menyesuaikan kondisi keuangan hotel.
“Kita cicil karena memang belum stabil. Doakan saja minggu ini semua bisa selesai,” tutupnya.
Kisruh yang melanda Hotel Bumi Wiyata menjadi cermin betapa rapuhnya perlindungan terhadap pekerja di tengah tekanan ekonomi. Ketika hak-hak mendasar seperti gaji dan THR tak terpenuhi, mogok kerja menjadi satu-satunya suara yang bisa didengar.
Kini, semua pihak berharap agar perselisihan ini segera menemui jalan tengah demi menjaga keberlangsungan bisnis dan kesejahteraan para karyawan yang selama ini menjadi tulang punggung operasional hotel.***
Editor : Joko Warihnyo
