tribundepok.com – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Depok tengah mengusut tuntas kasus pemerkosaan terhadap seorang pelajar SMP yang dilakukan oleh seorang remaja berinisial HK alias Bebe (17). Kasus memilukan ini mencuat setelah korban membuat laporan resmi ke polisi usai menjadi korban kekerasan seksual pada akhir Maret lalu.
Menurut informasi yang dihimpun, peristiwa memilukan ini bermula dari perkenalan korban dan pelaku di media sosial Instagram sekitar sebulan sebelum kejadian. Alih-alih menjadi teman, HK justru menjadi predator yang dengan tega melanggar hak dan masa depan anak di bawah umur.
Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Bambang Prakoso, memastikan bahwa pihaknya serius menangani kasus ini. Ia menegaskan bahwa penyidikan akan dilakukan secara profesional dan menyeluruh hingga pelaku bisa segera diserahkan kepada kejaksaan untuk diproses melalui sistem peradilan pidana anak.
“Kami akan melaksanakan penyidikan sebaik-baiknya agar perkara ini dapat segera kami limpahkan ke jaksa. Prinsip kami adalah melindungi kepentingan dan masa depan kelompok rentan, termasuk korban kekerasan seksual,” ujar Bambang kepada wartawan Kamis, 17 April 2025.
Ia juga menyebut bahwa penanganan perkara ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang merupakan penetapan PERPU tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Salah satu pasal kuncinya adalah Pasal 81 yang secara tegas mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Meski pihak kepolisian mengambil langkah hukum, Bambang menambahkan bahwa pihaknya juga membuka ruang bagi upaya atau jalan lain yang mungkin ditempuh oleh para pihak, selama tetap dalam koridor hukum yang berlaku.
Kuasa hukum korban, Andi Lumban Gaol, SH, menyampaikan bahwa kasus ini terjadi pada 27 Maret 2025 di wilayah Sukatani, Tapos, Kota Depok. Dalam laporan polisi bernomor LP/B/721/III/SPKT/Polres Depok/Polda Metro Jaya, dijelaskan bahwa pelaku membawa korban ke rumahnya dengan alasan jalan-jalan. Namun, sesampainya di rumah pelaku, korban malah dibawa ke kamar dan diancam akan dibunuh jika tidak menuruti kemauan pelaku.
“Pelaku bahkan mematikan CCTV di dalam rumahnya sebelum melakukan aksinya. Ini menunjukkan perencanaan dan kesadaran penuh atas kejahatan yang dilakukan,” ungkap Andi.
Korban yang masih duduk di bangku SMP mengalami trauma berat. Keluarga pun segera membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Depok pada 7 April 2025.
Andi turut mengapresiasi langkah cepat dari Pemerintah Kota Depok yang memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada korban sejak awal pelaporan.
“Kami berterima kasih kepada Pemkot Depok yang telah memberi perhatian serius. Pendampingan ini sangat penting untuk memulihkan mental dan psikologis korban yang jelas mengalami luka mendalam,” ujarnya.
Namun demikian, Andi menekankan pentingnya pihak kepolisian menjalankan proses hukum secara profesional dan tidak menunda-nunda. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal jalannya proses hukum sampai pelaku ditangkap dan dijatuhi hukuman yang setimpal.
Dengan laporan resmi yang telah diterima dan bukti-bukti yang menguatkan, pelaku HK dapat dijerat dengan Pasal 81 UU Perlindungan Anak, yang mengatur hukuman maksimal 15 tahun penjara bagi pelaku persetubuhan dengan anak di bawah umur, terutama jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
“Setiap orang yang dengan sengaja memaksa anak melakukan persetubuhan dengan kekerasan dapat dipidana dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap anak-anak dari kekerasan seksual,” jelas Bambang.
Kejadian ini sekali lagi menjadi tamparan keras bagi kita semua. Kejahatan seksual terhadap anak bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga soal moral, pendidikan, dan pengawasan sosial. Peran media sosial sebagai sarana pertemuan pelaku dan korban juga menjadi catatan penting akan pentingnya literasi digital dan pengawasan ketat terhadap aktivitas anak-anak di dunia maya.
Polres Metro Depok kini berada di bawah sorotan publik. Masyarakat menunggu pembuktian bahwa hukum bisa berpihak kepada korban, bahwa aparat tak akan main-main dalam perkara yang menyangkut masa depan anak bangsa.
Keadilan untuk korban adalah harga mati. Dan kasus ini adalah momentum untuk menunjukkan bahwa Kota Depok benar-benar berpihak kepada perlindungan anak, bukan hanya di atas kertas, tapi nyata dalam tindakan.***
Editor : Hisan