tribundepok.com – Kasus penutupan plang peringatan oleh pihak Restoran Sambal Bakar Indonesia (SBI) yang diduga membangun tanpa izin di Kota Depok berbuntut panjang. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi) Kota Depok melalui Bidang Hukum dan Politik, menilai tindakan ini bukan hanya bentuk pelanggaran administratif, namun juga tamparan keras terhadap marwah hukum dan wibawa Pemerintah Kota Depok.
Ketua II Bidang Hukum dan Politik DPD Forkabi, Guntur Saputra, SH, dengan nada tegas menyebut bahwa tindakan penutupan atau penghilangan plang peringatan yang dipasang Pemkot Depok adalah bentuk pelecehan terhadap hukum.
“Penutupan atau penghilangan plang peringatan bangunan tidak berizin merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi pidana. Ini menunjukkan sikap tidak patuh terhadap penertiban yang dilakukan oleh pemerintah, dan mencoreng wajah hukum Kota Depok,” ujar Guntur, Jumat (18/04/2025).
Plang tersebut dipasang karena bangunan yang digunakan oleh Restoran Sambal Bakar Indonesia diduga belum mengantongi sejumlah izin penting seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), Izin Lingkungan, serta Izin Gangguan (HO). Tanpa dokumen-dokumen tersebut, operasional restoran tersebut seharusnya tidak bisa dilanjutkan.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Plang resmi dari Satpol PP Kota Depok yang menjadi simbol peringatan dari pemerintah justru ditutup atau bahkan dibongkar, seolah-olah tidak pernah ada pelanggaran. Guntur menyebut tindakan ini seakan-akan ada kekuatan tersembunyi yang membacking praktik pelanggaran hukum.
“Kami menduga plang itu sengaja ditutup atau dibongkar agar tidak terlihat oleh masyarakat maupun aparat. Ini manuver tidak etis, dan mencerminkan perlawanan terhadap sistem hukum,” tegasnya.
DPD Forkabi tak tinggal diam. Organisasi masyarakat ini mendesak agar pihak restoran segera memulihkan posisi plang peringatan dan mengurus seluruh perizinan yang diwajibkan. Mereka juga menegaskan akan melaporkan dugaan keterlibatan oknum dari Dinas Perizinan serta oknum lain yang diduga memfasilitasi atau memerintahkan penutupan segel tersebut
Kasus ini membuka pertanyaan besar: sejauh mana Pemkot Depok bisa mempertahankan wibawa dan otoritasnya dalam penegakan hukum?
Forkabi menilai sikap diam atau lambannya respons dari aparat dan pemerintah daerah hanya akan menciptakan preseden buruk. Bila dibiarkan, bukan tidak mungkin pelaku usaha lain merasa bebas mengakali aturan, mencabut segel, dan melanjutkan aktivitas ilegal tanpa takut konsekuensi.
“Kasus ini bukan sekadar urusan administrasi. Ini pembangkangan terhadap hukum, dan bila tidak ditindak tegas, Pemkot Depok akan kehilangan wibawa di mata publik,” ujar Guntur.
Ia juga mendesak pihak kepolisian dan kejaksaan agar turut serta mengusut tuntas kasus ini, termasuk kemungkinan adanya kolusi atau praktik penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat di lingkungan pemerintahan.
Fenomena ini mencerminkan situasi ‘buah simalakama’ bagi Pemkot Depok. Di satu sisi, mereka dituntut tegas terhadap pelanggaran hukum. Namun di sisi lain, dugaan adanya keterlibatan oknum internal membuat proses penindakan menjadi pelik dan penuh risiko politik. Bila dibiarkan, kredibilitas pemerintah lokal akan terus menurun. Bila ditindak, bisa memicu konflik internal dan tekanan dari pihak-pihak yang merasa diuntungkan oleh status quo.
Forkabi menegaskan akan terus memantau perkembangan kasus ini. Mereka juga mengimbau masyarakat agar turut serta mengawasi dan melaporkan setiap pelanggaran serupa.
“Kita ingin Depok menjadi kota yang tertib hukum, bukan kota yang penuh celah pelanggaran. Tidak boleh ada satu pihak pun yang kebal dari aturan. Ini tanggung jawab bersama,” pungkas Guntur.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Restoran Sambal Bakar Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan tersebut. Pihak Pemkot Depok pun belum mengeluarkan pernyataan lanjutan mengenai langkah tegas apa yang akan diambil. Masyarakat kini menunggu, apakah hukum di Depok benar-benar berlaku untuk semua, atau hanya untuk mereka yang tak punya kuasa? ***
Editor : Joko Warihnyo