tribundepok.com– Wakil Ketua DPRD Kota Depok, Yetty Wulandari, tampil blak-blakan menyampaikan pandangannya mengenai potensi besar maggot atau larva lalat Black Soldier Fly (BSF) sebagai solusi inovatif dan efektif dalam mengatasi permasalahan sampah organik yang kian menggunung di kota ini.
Dalam kunjungannya bersama Wali Kota Depok, Supian Suri, ke Sentra Pengelolaan Sampah Maggot di Jalan Merdeka, Sukmajaya, Selasa (15/4/2025), Yetty tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya setelah melihat langsung proses budidaya maggot yang dinilainya sangat efisien dalam mengurai sampah.
“Saya mengecek sejauh mana kesiapan kita dalam pengelolaan sampah. Di sini kita bisa melihat dan saya optimis. Alhamdulillah ini boleh dibilang adalah upaya sentral untuk pengolahan sampah melalui maggot,” ungkap Yetty Wulandari Yang sudah empat periode duduk jadi Anggota DPRD Depok, kepada tribundepok.com, Selasa (15/4/2015)
Maggot dikenal sebagai larva lalat BSF yang memiliki kemampuan menguraikan sampah organik seperti sisa makanan, buah-buahan, dan sayuran dengan kecepatan luar biasa. Setiap maggot bisa mengurai sampah hingga lima kali berat tubuhnya dalam sehari. Selain mengurangi volume sampah secara signifikan, proses ini juga menghasilkan kasgot, yakni pupuk organik berkualitas tinggi.
Yetty menuturkan, dari sentra budidaya maggot tersebut, telur-telur maggot nantinya akan didistribusikan ke 63 kelurahan yang tersebar di seluruh Kota Depok. Setiap kelurahan akan menunjuk minimal satu RW sebagai pilot project pengelolaan sampah berbasis maggot.
Tak hanya berhenti di situ, pemerintah juga akan membentuk tiga Unit Pengelolaan Sampah (UPS) khusus sebagai sentra utama pengelolaan sampah berbasis maggot yang tersebar di wilayah timur, tengah, dan barat.
“TPS Barat itu Anggrek, tengah itu Merdeka dan Timur itu Cilangkap. Cilangkap untuk Tapos dan Cimanggis, tengah untuk Sukmajaya, Cilodong, Beji, Pancoran Mas, dan Cipayung, serta wilayah barat mencakup Bojongsari, Sawangan, Cinere, dan Limo,” jelas Yetty secara rinci.
Masing-masing sentra, imbuhnya, akan difungsikan sebagai pusat kontrol dan distribusi telur maggot serta pemantauan proses pengolahan sampah di tingkat kelurahan. Hal ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan berjalan secara masif dan terintegrasi.
Rencana besar lainnya adalah membangun satu lagi sentra pengolahan di wilayah Tanah Merah, Cipayung. Menurut Yetty, lahan di lokasi tersebut cukup luas dan sangat potensial untuk memperbesar skala penyerapan sampah organik.
Lebih dari 28 UPS eksisting di Kota Depok juga akan dioptimalkan untuk mendukung sistem ini. Menurut Yetty, penggunaan maggot adalah hasil evaluasi dari metode sebelumnya, seperti komposting, yang belum berjalan optimal.
“Jika kita punya 10 sentra maggot dan masing-masing bisa mengolah 3 ton sampah per hari, itu sudah 30 ton per hari. Bayangkan jika kita punya 100 sentra, artinya bisa menyerap hingga 300 ton sampah organik. Ini bukan hanya wacana, tapi langkah nyata,” tegas Yetty yang juga politisi Partai Gerindra Depok
Dengan pendekatan ilmiah, efisien, dan berkelanjutan, Yetty Wulandari yakin bahwa maggot bukan hanya jawaban atas masalah sampah organik di Depok, tapi juga model pengelolaan lingkungan yang bisa menjadi percontohan nasional.
“Ini bukan hanya soal teknologi, ini soal keberpihakan pada bumi dan masa depan generasi kita,” tutupnya dengan penuh harap.***
Editor : Joko Warihnyo
